SUARA CIREBON – Miris, seorang murid kelas VII di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di wilayah Kabupaten Cirebon diduga menjadi korban bullying teman-temannya di sekolah.
Perasaan geram bercampur sedih pun menyelimuti hati sang ibu berinisial GT berusia 35 tahun.
Dampak bullying terbut dirasa sangat serius terhadap kepribadian sang buah hati berinisial F.
Anehnya, saat kasus tersebut dilaporkan ke pihak sekolah, namun kepala sekolah justru meminta agar F dipindahkan ke sekolah lain.
Menurut GT, saran kepala sekolah tersebut sontak membuat dirinya emosi. Bagaimana tidak, GT mengungkapkan, anak laki-lakinya yang menjadi korban bullying tapi malah disuruh pindah sekolah.
“Kok seperti anak saya yang salah, kita yang harus ngalah. Bukannya si pembully yang dipindah, kok anak saya yang disuru pindah,” tutur GT.
Ia mengatakan, dampak bullying yang dialami anaknya itu cukup serius. Hal itu terlihat dari sikap anaknya yang berubah menjadi temperamen dan cenderung memukuli kepalanya sendiri ketika marah.
Padahal, lanjut GT, buah hatinya dahulu merupakan anak periang dan selalu ceria.
“Sekarang lebih sering emosi, pukul kepala sendiri, pukul tembok, bahkan mainan pisau. Seperti bukan anak saya. Tapi kalau ditanya jawabnya tidak apa-apa,” kata dia.
Perubahan sikap drastis itulah yang membuat GT berencana mendatangi sekolah untuk menanyakan penyebab yang dialami anaknya itu.
Namun, upaya tersebut dihalangi anaknya dan rencana itupun akhirnya batal. Seiring berjalannya waktu, tiba-tiba F mengaku merasa lelah untuk bersekolah.
Secara tak sengaja kondisi tersebut diceritakan kepada adiknya hingga akhirnya diketahui juga oleh GT.
“Akhirnya F mengaku lelah sekolah karena sering dikerjain, dikeroyok, ditendang, dijitak dan lainnya. Pantas saja kalau pulang sekolah baju anak saya sering kali kotor, ternyata pakaian anak saya buat keset para pelaku,” ucapnya.
Dengan deraian air mata, GT menjelaskan nama-nama pelaku bullying sesuai pengakuan dari anaknya. Dari tiga pelaku bullying anaknya itu, ketiganya ternyata masih teman satu kelas dengan anaknya.
Saat itu, GT mengaku langsung menelepon pelaku, namun malah mendapat tantangan dan masalah semakin meluas.
Beberapa hari kemudian, GT juga mendatangi sekolah dan menanyakan kepada salah satu gurunya.
Kemudian, merasa tidak puas atas jawaban dari guru tersebut, GT pun melaporkannya ke pihak Kepolisian terdekat.
Namun pihak Kepolisian terdekat menyarankan untuk melaporkan kasus tersebut ke Unit PPA Polresta Cirebon.
“Jadi saya tunda dulu, karena pihak guru juga minta waktu untuk dirundingkan dengan kepala sekolah yang baru,” terangnya.
Ia menambahkan, penundaan laporan tersebut dengan harapan mendapatkan keadilan dari kebijakan kepala sekolah yang baru. Sayangnya, harapan itu pun pupus ketika GT bertemu dengan kepala sekolah pada Senin, 19 Juni 2023.
Anaknya malah diminta pindah sekolah oleh kepala sekolah yang baru tersebut. Bahkan, GT dianggap berlebihan oleh pihak sekolah.
Dengan penuh kekecewaan, GT pun meminta dimudahkan saat mengurus perpindahan sekolah anaknya itu, terutama keringanan biaya saat pindah.
Namun, pihak sekolah terkesan enggan bertanggung jawab. “Saya merasa kecolongan selama satu tahun. Kasihan, mental anak saya sudah kena,” tegasnya.
Di tempat yang sama, F memberanikan diri menceritakan kejadian yang dialaminya. Kejadian paling parah yang dialami, kata dia, adalah waktu dirinya duduk di dalam kelas. Saat itu, para pelaku tiba-tiba memukul dari belakang.
Menurutnya, pembully-an dilakukan hampir setiap hari. “Dibully hampir setiap hari, tanpa ada alasan langsung pukul,” tuturnya.***