SUARA CIREBON – Dahulu, kawasan Pecinan Jamblang merupakan pusat perekonomian di wilayah Cirebon, Jawa Barat.
Di sana terdapat sekitar 40 bangunan kuno dengan arsitektur kolonial, Tionghoa, dan Jawa yang sudah berdiri sejak abad 16 hingga 17 masehi.
Namun pascareformasi, tepatnya tahun 1998, pusat perekonomian tersebut mulai sepi.
21 tahun kemudian, tepatnya tahun 2019, wilayah Jamblang mendapat sentuhan dari PT Astra Internasional.
Melalui dana dana corporate social responsibility (CSR)-nya, PT Astra Internasional meluncurkan program Desa Sejahtera Astra (DSA).
Program tersebut merupakan upaya pengembangan desa berbasis kewilayahan yang dilakukan PT Astra Internasional.
Salah satu desa yang mendapat sentuhan DSA untuk pengembangan tersebut adalah kawasan Jamblang, Kabupaten Cirebon.
Pusat perekonomian itupun disulap menjadi Kawasan Wisata Kota Tua Jamblang Cirebon.
Hal tersebut tak lepas dari peran Dr Nurul Chamidah yang merupakan Fasilitator DSA Jamblang Cirebon.
Nurul menjelaskan, ia mulai merintis mengambangkan wisata kawasan Jamblang bersama DSA sejak tahun 2019.
Sebagai doktor komunikasi pembangunan, ia menyadari betul bahwa pembangunan tidak melulu soal infrastruktur. Tetapi membangun sumber daya manusia (SDM) pun menjadi bagian yang penting untuk diperhatikan.
“Yang kita bangun itu SDM-nya dulu. Anak-anak muda bersama para tokoh kita ajak makan dan diskusi untuk mengembangkan kawasan Jamblang,” jelas Nurul.
Untuk itu, langkahnya diawali dengan melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan stakeholder terkait untuk mengembangkan potensi di desanya masing-masing.
“Kita bicara Jamblang ini dalam sebuah kawasan. Jadi ada lima desa yang tergabung dalam DSA Jamblang ini, yaitu Jamblang, Sitiwinangun, Wangunharja, Bakung Lor, dan Bakung Kidul,” jelasnya.
Nurul memaparkan, desa-desa tersebut memiliki perannya masing-masing. Untuk Desa Jamblang dimana terdapat bangunan-bangunan kuno sebagai pusat wisatanya, sedangkan desa lain adalah penunjangnya.
“Sitiwinangun miliki kerajinan gerabah, Wangunharja olahan ikan pindang, sedangkan Bakung Lor dan Bakung Kidul itu adalah tape ketan,” paparnya.
Kerajinan dan olahan makanan dari desa penunjang tersebut, kata Nurul, disiapkan untuk souvenir atau oleh-oleh bagi para wisatawan yang berkunjung ke Wisata Kota Jamblang Cirebon ini.
“Olahan ikan dan tape ketan ini sudah macam-macam produknya, ada permen tape, bolu tape, dan macam-macam,” katanya.
Bertahap namun pasti, upaya yang ia lakukan mulai membuahkan hasil. Ide-ide menarik mulai muncul dari pemuda dan tokoh untuk mengembangkan wisata Jamblang.
“Ide-ide kreatif itu mulai muncul, seperti membuat mural, patung Laksamana Cheng Ho, melakukan promosi dan lain-lain. Itu muncul sendiri dari mereka,” terangnya.
Berkat dorongan dari Astra, Kawasan Wisata Kota Tua Jamblang Cirebon pun mulai dikenal. Kini, lokasi wisata ini telah menyedot 500an wisatawan per bulan.
“Tantangannya itu adalah apatisme masyarakat. Jadi masyarakat Jamblang ini biasa sepi, tetapi dengan adanya wisata menjadi ramai. Makanya saya fokusnya ke masyarakatnya dulu. Semoga kedepan kawasan wisata Kota Tua Jamblang ini semakin dikenal,” tandasnya.***