SUARA CIREBON – Dugaan kasus korupsi bansos beras penanganan Covid-19 yang sedang ditangani KPK dibenarkan salah satu pendamping PKH Kabupaten Cirebon. Pria yang tidak mau disebutkan namanya itu mengaku telah diperiksa KPK secara zoom meeting sekitar dua pekan lalu.
Ia menjelaskan, pemeriksaan via aplikasi zoom dimaksud ialah dengan menjawab pertanyaan yang disampaikan KPK secara digital dalam grup WhatsApp pendamping PKH Kabupaten Cirebon.
“Ya semacam quisioner gitu, semua pendamping PKH harus mengisi form berbentuk link itu. Bagi yang mengisinya asal-asalan, dikirimi ulang link form-nya. Form kiriman ulang itu pada 4 September kemarin,” ujarnya, Kamis, 21 September 2023.
Ia mengaku kesulitan mengisi pertanyaan KPK tersebut. Pasalnya, peristiwa penyaluran Bansos beras sudah berlangsung beberapa tahun lalu, tepatnya di tahun 2020.
“Pertanyaannya terkait jumlah KPM, mekanisme penyaluran dan lain-lain, saya sendiri sudah tidak ingat,” kata dia.
Namun, ia membantah disebut mendapat aliran dana hasil korupsi bansos beras tersebut. Pasalnya, ia hanya diberi tugas oleh Koordinator PKH Kabupaten Cirebon (Korkab) untuk menyalurkan bansos tersebut dengan dijanjikan bayaran Rp1.000 per karung beras.
Bahkan, ia justru merasa kecele dengan hasil akhir pekerjaan tambahan sebagai pendamping PKH tersebut. Karena, bayaran yang ia terima tidak sesuai perjanjian awal, yakni Rp1.000 per karung isi 25 kilogram beras. Sedangkan jatah per KPM-nya adalah 2 karung.
Namun faktanya, kata dia, upah yang diterima mendadak berubah. Semua pendamping PKH hanya mendapatkan imbalan sebesar Rp300 ribu untuk penyaluran beras dalam dua tahap itu.
Perubahan besaran upah tersebut terjadi setelah dirinya menyewa gudang untuk menampung beras.
“Kami jelas tekor tenaga dan waktu, sebab dari uang Rp300 ribu itu saya hanya menerima bersihnya Rp50 ribu,” ujarnya.
Pasalnya, uang tersebut harus ia bagi kepada sopir, kuli panggul, sewa gudang, dan untuk koordinasi petugas keamanan hingga kebersihan karena tidak ditanggung oleh Korkab.
“Kami sewa gudang untuk tempat beras karena pihak Pemdes banyak yang menolak dibagikan di desa, alasannya karena takut ricuh. Makanya kita sewa gudang,” ucapnya.
Ia menjelaskan, dari sekitar 40 pendamping PKH yang ada di Kabupaten Cirebon, semua mengeluh dan merasa kecewa dengan pembayaran upah yang tidak sesuai perjanjian awal tersebut.
“Yang menjanjikan Rp1.000 itu Korkab, uangnya juga dikasih oleh Korkab setelah pekerjaan selesai. Jadi, waktu mengisi (menjawab, red) pertanyaan KPK, dapat berapa dari (penyaluran, red) itu, ya saya jawab Rp1.000 walaupun kenyataannya tidak seperti itu,” ungkapnya.
Ia menambahkan, jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) yang mendapat penyaluran bansos di bawah kewenangannya ada sekitar 315 KPM. Di desa tersebut, jumlah total KPM lebih dari 600 orang, sehingga ada dua pendamping PKH.
Berdasarkan laporan dari KPM yang menerima bansos yang ada di bawah kewenangannya, kualitas beras yang diterima sangat jelek karena kondisinya remuk dan tidak layak konsumsi. Bahkan, mayoritas KPM menjual kembali beras tersebut meski dengan harga murah.***