SUARA CIREBON – Pegiat budaya Cirebon, R Chaidir Susilaningrat mempertanyakan kelanjutan proyek Wisata Kota Tua Jambang yang telah dicanangkan Pemerintah Kabupaten Cirebon. Pasalnya, hingga saat ini tindak lanjut dari pencanangan Wisata Kota Tua Jamblang nyaris tak terlihat.
“Jadi, mau dilanjutkan atau tidak? Karena dulu pernah dicanangkan sebagai wisata budaya dengan berbagai macam pertimbangan, di antaranya peninggalan bangunan tua atau bersejarah,” ujar Chaidir, Selasa, 12 Desember 2023.
Menurut Chaidir, Pemkab Cirebon seharusnya serius dengan rencananya menjadikan Kota Tua Jamblang sebagai tempat wisata sejarah atau budaya. Jangan sampai, lanjut Chaidir, bangunan tua yang banyak berdiri di kawasan Jamblang, suatu saat diubah menjadi bangunan baru atau modern.
“Itu harus dilestarikan dengan cara menjadikan bangunan tersebut sebagai cagar budaya,” tegas Chaidir.
Ia menerangkan, Kota Tua Jamblang merupakan tempat tinggal komunitas Tionghoa, salah satu yang tertua di Cirebon. Hal itu diperkuat dengan adanya Vihara Dharma Rakhita yang merupakan salah satu vihara tertua di Cirebon.
Berdirinya vihara tersebut disebut-sebut bersamaan dengan berdirinya Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berlokasi di Keraton Kasepuhan.
“Klenteng (Vihara, red) itu juga satu-satunya Klenteng yang memiliki alat musik gamelan di Cirebon,” jelas Chaidir.
Banyaknya bangunan tua dengan arsitektur zaman dahulu, menurut Chaidir, menandakan peradaban Kota Tua Jamblang terbilang sangat mentereng. Selain itu, dulu di zaman kolonial juga ada kegiatan ekonomi dari kelompok Tionghoa yang “terpaksa” diakhiri pada masa reformasi 1998.
Ia menyampaikan, konstruksi bangunan tua yang masih bertahan sampai sekarang, disebabkan karena adanya suasana toleransi di lingkungan masyarakat sekitar. Sehingga pada zaman kolonial Belanda tidak dilakukan perubahan.
Sebelumnya pada tahun 2019, Pemkab Cirebon setempat pernah menggaungkan Kota Tua Jamblang yang berada di Desa Jamblang, Kecamatan Jamblang, sebagai destinasi wisata.
Pantauan Suara Cirebon, suasana di lokasi sangat sepi, hanya beberapa warga setempat yang lalu lalang melakukan aktivitas. Di kawasan tersebut, terdapat sebuah vihara yang diketahui merupakan salah satu vihara tertua di Cirebon.
Warga setempat, Asnawi (43) mengungkapkan, rencana wisata sejarah yang sempat dibentuk oleh Pemkab Cirebon belum bisa dirasakan sampai saat ini.
Menurutnya, di lokasi hanya ada papan denah lokasi yang bertuliskan Desa Wisata Jamblang.
“Bisa dillihat sendiri, ya begini suasananya,” kata Asnawi sambil mengarahkan tangannya ke salah satu papan denah lokasi.
Menurut Asnawi, keberadaan destinasi wisata tersebut secara infrastruktur pun sangat tidak menunjang, mulai dari akses jalan masuk hingga infrastruktur penunjang lainnya.
“Jalan kesini juga, terus tidak ditambah sama penunjuk arah,” paparnya.
Asnawi menuturkan, sejak zaman dahulu masyarakat Desa Jamblang memiliki toleransi yang tinggi antarsesama. Meskipun Kota Tua Jamblang banyak dihuni oleh masyarakat Tionghoa, namun warga pribumi tidak pernah mengusik.
Bahkan, sejak zaman dahulu warga pribumi sangat menerima kehadiran kelompok masyarakat Tionghoa.
“Dari dulu masyarakat pribumi sangat toleransi, sampai sekarang toleransi itu masih kuat,” tegasnya.
Seperti diketahui, geliat pariwisata di Kawasan Kota Tua Jamblang, Kabupaten Cirebon, masih belum tampak setelah lebih dari tiga tahun ditetapkan oleh Pemkab Cirebon sebagai obyek wisata baru.
Informasinya, akan ada pihak ketiga yang akan mengelola obyek wisata Kota Tua Jamblang dan tinggal menunggu MoU dengan Pemkab Cirebon.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.