SUARA CIREBON – Saat ini, banyak berseliweran di media sosial yang membagikan konten kekerasan maupun pornografi. Bukan hanya dalam bentuk visual, tetapi juga verbal atau percakapan.
Terkait hal ini, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, Rommy Fibri Hardiyanto menegaskan, konten di media sosial bukan menjadi kewenangan pihaknya.
Pasalnya berdasarkan peraturan, Rommy memaparkan, Lembaga Sensor Film bertugas untuk menyensor film dan iklan film.
“Jadi kategorinya film dan iklan film. Dan dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2009 juga film sudah didefinisikan, yaitu produk karya budaya yang ada sinematografinya,” jelas Rommy usai Sosialisasi Layanan Penyensoran Film dan Iklan Film kepada Pemangku Kepentingan Perfilman di Kota Cirebon, Jawa Barat yang digelar di salah satu hotel di wilayah Kedawung, Cirebon, Selasa, 30 April 2024.
Rommy menjelaskan, jika tayangan yang berkaitan dengan bioskop dan TV, pihaknya bisa langsung berkomunikasi pihak terkait. Kendati demikian, ia mengakui, konten di media sosial ini memang menjadi persoalan.
“Kalau jaringan informatika (konten di media sosial), LSF tidak bisa sendirian, ada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di situ,” terangnya.
Untuk itu, kata Rommy, Kemenkominfo ini yang harus mengatur jaringan informatika dan membuat aturannya, termasuk penyelenggara sistem elektronik privat maupun publik.
“Di Undang-Undang ITE itu dijelaskan, yang bermain di jaringan informatika itu dia penyelenggara sistem elektornik privat atau publik. Publik ini seperti PT, company, dan segala macam ya,” jelasnya.
Namun, Rommy memaparkan, hingga saat ini hal tersebut belum diatur. Sehingga sanksinya pun belum ditetapkan.
“Sebagai PSE (penyelenggara sistem elektronik) publik apapun misalnya, yang bisa menayangkan tapi dia bisnis itu apa aturannya, bisa menayangkan semua? Boleh menayangkan yang ada unsur pornografinya atau tidak? Kalau tidak lalu bagaimana, apakah di banned, ditutup atau diapain?,” katanya.
Karena, kata Rommy, negara lain bisa melakukan banned dan melarang. Bukan hanya negara komunis, tapi sejumlah negara eropa pun melakukan hal yang sama.
“Mereka bisa memilih, mana film yang cocok dengan unsur budaya mereka atau nggak,” jelasnya.
Kalau PSE publik boleh menayangkan adegan pornografi, lanjut Rommy, maka standarnya pun harus ditetapkan.
“Kan pilihannya itu tadi, tidak dan boleh. Kalau tidak terus diapain, kalau boleh, 5 detik, 10 detik atau apa? Jadi kalau lebih itu sanksinya apa?,” katanya.
Maka, menurut Rommy, Kemenkominfo mestinya menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang PSE privat dan publik beserta sanksinya.
“Jadi kalau ada jaringan informatika yang melanggar seperti itu, sanksinya apa, gak boleh beredar di Indonesia kah, gak boleh bekerjasama dengan perusahaan di Indonesia kah, atau apa?,”
Karena, Rommy mengungkapkan, masyarakat Indonesia hanya menonton tayangan dari jaringan operator telepon maupun internet. Artinya, operator ini memiliki kerjasama dengan PSE.
“Karena kita hanya bisa mengakses dari mereka. Jadi, mereka ada kerjasama dengan jaringan itu. Sehingga, jika sudah memiliki PP yang bisa memberikan sanksi kepada mereka yang melanggar, itu enak,” katanya.
Bahkan, kata Rommy, ada juga jaringan yang tidak memiliki kantor di Indonesia. Sehingga yang bisa menangani hal ini adalah Kemenkominfo, karena Kemenkominfo juga yang memegang jaringan informatika tersebut.
Kendati demikian, diakui Rommy, sudah ada pembicaraan dengan Kemenkominfo untuk menangani persoalan ini.
“Terakhir sudah ada pertemuan dengan Menteri Kominfo, dengan seluruh dirjennya termasuk dirjen terkait. Pada saat itu disepakati membentuk tim ad hoc untuk menyusun bagaimana peraturan pemerintah yang berkaitan dengan tayangan-tayangan di jaringan informatika untuk dibikinkan regulasinya yang pas seperti apa,” katanya.
Karena, kata Rommy, Indonesia adalah negara demokrasi bukan negara diktator.
“Tapi kita harus menjaga anak bangsa kita dari tontonan-tontonan yang tidak sesuai atau bisa mengganggu psikologi mereka,” tandasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.