SUARA CIREBON – Angka pernikahan dini di Kabupaten Cirebon terus menurun. Hingga tahun 2023 kemarin, jumlah pernikahan dini berada di angka 250 dari sebelumnya yang mencapai 900 kasus.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cirebon, Hj Enny Suhaeni mengatakan, meski tren menurun, namun angka pernikahan dini di Kabupaten Cirebon masih menempati lima besar di Jawa Barat.
“Tren sekarang turun, dari awal 900 kemudian di 2023 kemarin itu 250-an. Tapi kan tetap kita masih di lima besar di tingkat provinsi, mudah-mudahan nanti turun lagi,” ujar Enny, Kamis, 6 Juni 2024.
Pihaknya terus berupaya menekan angka tersebut dengan menggerakkan semua perangkat yang dimiliki dinas termasuk Unit Pelaksana Teknis Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT P5A), motivator ketahanan keluarga (motekar) dan lainnya.
Meskipun tugas perangkat dinasnya adalah menggerakkan masyarakat supaya ikut ber-KB, namun menurut Enny, dalam melaksanakan tugas tersebut pihaknya selalu memberikan edukasi dan sosialisasi, khususnya kepada orang tua yang memiliki anak usia remaja.
“Supaya mereka waktunya main untuk main, waktunya belajar untuk belajar. Jadi, orang tua kalau punya anak itu jangan sudah gede sedikit, lulus SMP dinikahkan,” kata Enny.
Ia meminta kepada para orang tua untuk tidak menjadikan masalah ekonomi sebagai alasan untuk mEnnykahkan anaknya yang masih belia. Apalagi pernikahan dini dilakukan atas dasar budaya, yakni anak dianggap tidak laku kalau tidak segera dinikahkan.
“Maksudnya budaya itu begini, ketika anak baru gede dikit, nanti kalau tidak cepat dinikahkan dianggapnya tidak laku. Jangan berpatokan seperti itu,” paparnya.
Menurut Enny, mEnnykah yang sehat adalah ketika perempuan berusia 20 tahun dan laki-lakinya 25 tahun. Karena untuk menjalani pernikahan dibutuhkan kesiapan fisik dan mental.
“Fisik itu berati alat reproduksinya harus siap, dan mental ya psikisnya,” terangnya.
Jika dipaksakan mEnnykah di usia dini atau karena pergaulan bebas lalu hamil, Enny memastikan anak tersebut belum siap menjalani kehidupan berumah tangga. Enny menegaskan, pelaku pernikahan dini tidak akan siap mengurusi diri dengan kehamilannya.
“Namanya anak-anak, memilih makanan juga sukanya seblak, bakso. Dia tidak memikirkan di dalamnya ada janin yang harus dikasih nutrisi lengkap,” paparnya.
Enny menambahkan, dampak dari pernikahan dini tersebut ada korelasinya dengan mEnnyngkatnya angka stunting di Kabupaten Cirebon.
“Ini ada korelasinya, pernikahan dini nya banyak akhirnya bisa ke angka stunting tinggi,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.