SUARA CIREBON – Kang Dedi Mulyadi atau KDM belum lama ini menemui Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan untuk berdiskusi terkait kasus kematian Vina dan Eki di Cirebon pada 27 Agustus 2016 silam.
Dimana, saat peristiwa kematian Vina dan Eki tahun 2016 tersebut, Anton Charliyan menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat.
Anton Charliyan menjelaskan, dirinya menjabat sebagai Kapolda Jabar tahun 2016 akhir, tepatnya 16 Desember 2016.
Sedangkan berkas kasus kematian Vina dan Eki sudah masuk ke Polda Jabar sebelum ia menjabat sebagai Kapolda Jabar, yaitu 9 November 2016.
“Jadi kalau di polisi ini, kalau berkas sudah masuk, otomatis aktivitas penyidikan di lapangan itu sudah sangat berkurang,” jelas Anton Charliyan kepada Kang Dedi Mulyadi di kanal Youtube KANG DEDI MULYADI CHANNEL.
Namun, Anton Charliyan menerangkan, saat itu berkas kematian Vina dan Eki belum P21 (pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap).
“P21-nya itu seminggu setelah saya menjabat sebagai Kapolda, yaitu tanggal 23 Desember 2016. Tanggal 16 ke 23 sekitar seminggulah,” katanya.
Diungkapkan Anton Charliyan, berkas tersebut ditangani tim gabungan antara Polda Jabar dan Polres Cirebon Kota. Karena saat itu orang tua Eki yang merupakan anggota polri khawatir terkait netralitasnya tidak maksimal, sehingga kemudian ditangani Polda Jabar.
“Saat itu juga sudah ada riak-riak namun kecil karena saat itu para pelaku dianggap sadis, sadis. Sehingga ada isu-isu mau diserbu oleh masyarakat. Untuk meminimalisir masalah akhirnya ditariklah ke Polda,” ungkapnya.
Menurut Anton Charliyan, karena penanganan kasus kematian Vina dan Eki ini sudah di ujung, sehingga tidak ada atensi khusus dan landai saja.
“Saat itu (sebelum Anton Charliyan tahun 2016 silam) yang jadi Kapolda Jabar itu Pak Bambang Waskito, saat ini sudah purnawirawan,” katanya.
Anton menegaskan, penyidikan yang dilakukan harus berdasarkan fakta dan dalam penyidikan tidak boleh menyimpulkan.
“Karena kalau dari sisi korban, pelaku yang salah. Sedangkan dari pelaku, polisi yang salah. Kakanya polisi itu harus ada manajemen konflik dan ditengahi dengan bukti yang dikuatkan dengan saksi ahli kemudian dikaitkan dengan petunjuk,” katanya.
Anton mengaku tidak menyetahui penyidikan yang dilakukan sudah benar atau tidak. Untuk itu, ia pun meminta dilakukan audit penyidikan terkait kasus kematian Vina dan Eki tersebut.
“Audit penyidikan ini biasanya didahului dengan gelar perkara khusus untuk merekonstruksi siapa sebenarnya tersangkanya juga merekonstruksi saksi dan bukti,” terangnya.
Karena, sambung Anton Charliyan, dalam visum disebutkan kematian Eki tersebut tidak wajar akibat trauma benda tumpul dan tidak ada luka tusuk.
“Sedangkan ada alat bukti yang salah satunya itu pisau dan mandao, kenapa tidak masuk dalam visum,” katanya.
Sehingga, kata Anton Charliyan, dalam melihat kasus tidak bisa hanya melihat dari satu sisi saja, melainkan memahaminya harus konprehensif.
“Polisi silahkan jadi ‘juru masak’ yang baik, biarkan hakim yang menentukan,” ucapnya.
Sedangkan terkait dugaan penyiksaan terhadap para terdakwa yang saat itu berstatus tersangka kasus kematian Vina dan Eki oleh oknum polisi, Anton Charliyan mengatakan telah dilakukan pemeriksaan.
“Itu katanya dikerjain sesama tahanan, yang terlibat saat itu sudah dilakukan pemeriksaan. Tapi kalau dilakukan oleh penyidik terdahulu, propam sekarang sudah turun,” katanya.
Sementara, Kang Dedi Mulyadi menjelaskan, dirinya telah menulusuri aktvitas para terpidana Saka Tatal saat malam kejadian kematian Vina dan Eki.
Bahkan, Kang Dedi Mulyadi pun melakukan rekonstruksi aktivitas Saka Tatal saat itu. Antara keterangan dan rekonstruksi tersebut semuanya nyambung. Padahal itu dilakukan mendadak.
“Saya melakukan penelusuran hingga pada tahap keyakinan, jujur saja saya sudah dalam tingkat keyakinan, bahwa anak itu (Saka Tatal) tidak bersalah. Boleh dong saya punya keyakinan. Karena saya ketemu A, ketemu B dilakukan rekonstruksi semuanya nyambung tanpa direncanakan,” jelasnya.
Kemudian terkait 5 terpidana lainnya, menurut Kang Dedi Mulyadi, mereka mempunyai alibi yang sangat kuat. Saat ini semua saksi terkait keberadaan mereka di malam kejadian telah mencabut BAP-nya, kecuali Pak RT dan anaknya.
5 terpidana tersebut, kata Kang Dedi Mulyadi, kecuali Rivaldi karena ia mengaku belum bertemu dengan keluarganya. Sehingga ia belum mendapatkan informasi yang lengkap tentang Rivaldi.
Kang Dedi Mulyadi menegaskan, masyarakat tidak membenci polri, tetapi siapapun yang bersalah harus ditindak.
“Rakyat bersalah harus ada tindakannya, aparat yang bersalah juga harus ada tindakannya,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.