SUARA CIREBON – Pengakuan Widia Sari dan Mega Lestari sangat mengejutkan. Membuka tabir misteri dengan memuculkan sederet fakta baru dan penting dalam kontroversi kasus Vina Cirebon.
Widia dan Mega, terungkap merupakan dua sahabat dekat almarhum Vina Dewi Arista yang meninggal dunia bersama kekasihnya, Muhammad Rizky Rudiana alias Eki di fly over Kepompongan, Talun, Cirebon, pada Sabtu 27 Austus 2016 lalu.
Kedekatan Widia dan Mega diungkapkan secara gamblang kepada host Bang Ex Napi Diskursus Net, sebuah kanal YouTube yang menampilkan Insan Sadono, jurnalis senior serta ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri sebagai hostnya.
Pengakuan Widia dan Mega, dirilis kanal YouTube Diskursus Net pada Jumat malam 25 Juli 2024. Hingga Sabtu siang pukul 13.00 WIB, 26 Juli 2024, sudah hampir ditonton 1 juta viewers.
Ada kecenderungan, jumlah viewers berisi fakta terbaru berupa pengakuan Widia dan Mega akan terus bertambah seiring kontroversi kasus Vina Cirebon makin menyedot perhatian banyak orang di Tanah Air.
Hal menarik dari percakapan antara host Diskursus Net dengan Widia dan Mega ialah simpulan yang disampaikan Reza Indragiri.
Pengakuan Widia dan Mega, makin menguatkan hipotesis awal dari Reza Indragiri tentang kemungkinan perubahan 180 derajat alur cerita kasus Vina Cirebon jika percakapan elektronik atau jejak digital para pihak dalam kasus ini diungkap.
“Saya berharap betul, dibuka secara rinci, percakapan elektronik para terpidana dan korban (dalam kasus Vina Cirebon),” tutur Reza Indragiri.
Reza Indragiri mengungkapkan kenapa bukti percakapan elektronik menjadi sangat penting dan mendesak untuk dibuka.
Menurut Reza Indragiri, pertama menyangkut bukti para tersangka (terpidana). Polda Jabar pernah menyebut Pegi Setiawan sebagai otak pembunuhan Vina dan Eki.
Artinya, masih mengikuti tuduhan Polda Jabar, tujuh terpidana kasus Vina bukanlah otak pembunuhan. Mereka hanya kaki tangan atau eksekutor yang menjalankan perintah dari Pegi Setiawan.
Namun jika benar telah terjadi pembunuhan berencana secara berkelompok, maka sangat tidak mungkin bila diantara terpidana tidak saling kontak atau komunikasi.
“Bisa dipastikan, mereka saling komunikasi, saling kontak (menggunakan HP) untuk merealisasikan pembunuhan tersebut,” tutur Reza Indragiri.
Karena itulah, seharusnya dicek bukti percakapan elektronik. Bagaimana tersangka (kini terpidana) berkomunikasi satu sama lain, termasuk dengan Pegi Setiawan untuk melaksanakan pembunuhan tersebut.
“Selain dicek HP pelaku, juga dicek gawai (HP) milik korban Vina dan Eki. Untuk mengecek, pada malam itu, taruhlah pada jam-jam kritis itu, ada tidak mereka dalam kondisi gelisah, takut dan cemas seperti dikejar-kejar orang, berusaha menyelamatkan diri, mencari pertolongan atau komunasi-komunikasi lainnya,” tutur Reza Indragiri.
Berikutnya, bukti komunikasi atau percakapan elektronik itu perlu dibuka untuk mengetahui kedua korban, atau masing-masing dari mereka (Vina dan Eki), berkomunikasi dengan siapa, tentang apa, pada jam, menit dan detik ke berapa.
“Karena percakapan elektronik ini yang bisa memastikan sebagaimana dalam berkas hukum yang menyebutkan bahwa jasad kedua korban (Vina dan Eki) ditemukan di fly over pada pukul 22.00 WIB,” tutur Reza Indragiri.
Reza Indragiri menjelaskan, dari obrolannya dengan Widia dan Mega, ada pengakuan bahwa setelah jam 22.00 WIB, Vina masih melakukan percakapan.
“Pengakuan Widia dan Mega, setelah jam 22.00 WIB, almarhumah Vina masih melakukan percakapan. Bahkan tergambarkan Vina dalam keadaan bathin yang riang gembira,” tutur Reza Indragiri.
Reza Indragiri berandai-andai, bila bukti percakapan elektronik dibuka dengan gamblang, sangat terbuka kemungkinan simpulan tentang kasu Vina Cirebon tahun 2016 akan berubah.
“Tidak tertutup kemungkinan nasib para terpidana akan berbalik arah 180 derajat. Dari status terpidana seumur hidup menjadi orang bebas merdeka,” tutur Reza Indragiri.
Diakui, dalam berkas utusan hakim serta Berita Acara Pemeriksaan (BAP), memang ada bukti digital forensik, tapi sangat sedikit, tidak secara rinci.
“Ada, tidak rinci. Tidak tergambar siapa, degan siapa, pada jam berapa, menit dan deik ke berapa tentang apa, tidak dibuka. Firasat saya bukti komunikasi sedetail itu sebenarnya ada di kantor penegakan hukum,” tutur Reza Indragiri.
Karena itu, Reza Indragiri sangat berharap, Bareskrim Mabes Polri akan mencari lokasi keberadaan barang bukti elektronik itu, lalu membawanya ke proses hukum.
Yang dimaksud Reza Indragiri, Mabes Polri lah, yang membawa percakapan elektronik para terpidana dan korban, sebagai novum atau bukti baru, untuk pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan para terpidana kasus Vina Cirebon.
Reza Indragiri mencontohkan terhadap kasus pembunuhan yang akhirnya menahan dua petani, Sengkon dan Karta di Bekasi pada tahun 1974 lampau.
Setelah ada pengakuan pelaku pembunuhan, justru Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang membawa novum dalam pengajuan PK untuk membebaskan Sengkon Karta.
“Jika kasus Sengkon Karta, Novum dibawa Kejakgung untuk PK, pada kasus Vina Cirebon, giliran Mabes Polri yang membawa Novum untuk pengajuan PK ke MA untuk membebaskan para terpidana,” tutur Reza Indragiri.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.