SUARA CIREBON – Calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi meminta semua pihak dalam Pilkada Serentak 2024 menghentikan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) untuk mengail dukungan masyarakat.
Dedi Mulyadi meminta tokoh agama akan lebih baik dan terhormat bila bersikap netral. Mengambil Jarak yang sama dengan semua calon kepala daerah, cukup membuat seruan agar warga memilih pemimpin yang baik dan membahagiakan.
“Lebih terhormat bila tokoh agama bersikap netral. Cukup menyerukan umat agar memilih pemimpin yang baik dan membahagiakan,” tutur Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi mememinta semua pihak dalam Pilkada Serentak 2024, termasuk di Jawa Barat, untuk tidak menggunakan isu SARA saat menyapa warga Depok pada Rabu malam 18 September 2024.
Mantan Bupati Purwakarta itu menuturkan bahwa dalam politik dirinya sama sekali tidak pernah memainkan isu SARA, terutama isu agama, bahkan berusaha untuk selalu menghindari.
“Janganlah jadikan isu agama untuk membangkitkan sentiment negatif. Agama itu suci. Jangan sampai diperdagangkan untuk kepentingan politik praktis perorangan,” tutur Dedi Mulyadi.
Di acara tersebut, Kang Dedi Mulyadi (KDM) menyapa ribuan warga Depok yang antusias menyambut kedatangannya.
Dedi Mulyadi bertemu dengan sejumlah warga yang mengungkapkan keluhan dan aspirasi. Ia bahkan sempat bedialog dengan sejumlah anak dari kalangan masyarakat bawah dengan berbagai problem khas masyarakat perkotaan seperti Depok.
“Saya disambut dengan enuh tangisan. Kesan saya, secara psikologi personal, warga Depok merindukan sosok seorang ayah,” tutur Dedi Mulyadi.
Dari kegiatan tersebut, Dedi Mulyadi mengungkapkan sejumlah masalah mendesak yang dialami warga Depok sebagai warga yang berada di pinggiran Ibukota Jakarta.
“Problem Depok ini khas problem perkotaan. Pendekatannya mesti pendekatan kebijakan terkait perkotaan,” tutur Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi mengungkapkan sejumlah hal problem khas perkotaan yang dialami Depok. Diantaranya soal sampah dan sanitasi yang menurutnya harus ada solusi menyeluruh, diantaranya melalui pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah).
Masalah lain, ialah lonjakan penduduk dengan berbagai dampak sosialnya, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Menurutnya, harus ada sinergi dan komitmen Bersama yang kuat antara Gubernur, Wali Kota, Kecamatan, Kelurahan sampai tingkat RT dan RW untuk mengatasi dampak sosial akibat lonjakan penduduk.
“Bayangkan saja, sudah rumah kontrakan sempit, anak banyak, pendapatan turun, bahkan kadang tidak ada. Wajar jika jumlah pengamen semakin anyak. Ini harus diurai bersama,” tutur Dedi Mulyadi.
Hal lain yang disorot ialah soal tingkat kebahagiaan warga. Menurutnya, warga Depok kurang supporting hiburan. Selama ini hiburan hanya dinikmati oleh orang kaya seperti ke Puncak dan Ciater, Subang.
Padahal di Depok itu banak danau atau sumber air yang bisa disulap menjadi tempat wisata murah meriah bagi masyarakat bawah.
“Bisa danau-danau dirubah menjadi taman rekreasi. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditambah, fasilitas jalan yang kurang disediakan dan diperhalus,” tutur Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadijuga melihat kurangnya ada fasilitas atau ruang pertemuan warga. Ia menjanjikan, minimal satu kelurahan satu ruang pertemuan.
“Ruang pertemuan ini bisa jadi balai kesenian atau kebudayaan, juga untuk warga hajatan. Bisa juga jadi semacam balai kebudayaan depok, atau balai kesenian Betawi. Masyarakat bisa langsung ikut menikmati fasilitas tersebut,” tutur Dedi Mulyadi.
Problem perkotaan lain, yang juga terjadi di Depok ialah berubahnya budaya dan pola makan. Masyarakat cenderung beralih ke pola makanan jalanan dan jajanan.
“Ada pergeseran dan budaya dan pola makan. Dari makan rumahan ke makan jalanan seperti warung danrumah akan. Lalu pola makan juga berubah dari makanan pokok ke jajanan. Ini harus diperhatikan. anti buat program ang terintegrasi dengan program pusat soal makan bergizi gratis,” tutur Dedi Mulyadi.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.