SUARA CIREBON – Terkait sengketa lahan antara warga dengan PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR) mencuat. Setelah Gilang Ramadhan, pemilik lahan yang diduga diserobot untuk pembangunan Tower 5 SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) 500 Kv, mengajukan aduan resmi ke DPRD Kabupaten Cirebon.
DPRD melakukan mediasi kepada kedua belah pihak, hasilnya DPRD memberikan waktu 14 hari untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut kepada PT CEPR. Audiensi tersebut dihadiri oleh pihak PT CEPR, PLN, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan warga terdampak, termasuk Gilang Ramadhan.
“DPRD akan terus mengawal kasus ini hingga tercapai solusi yang adil bagi kedua belah pihak. Audiensi berjalan baik dan kami memberikan waktu kepada PT CEPR untuk menyelesaikan masalah ini dalam waktu dua minggu,” ujar Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Anton Maulana.
Anton menegaskan bahwa DPRD akan memastikan hak Gilang Ramadhan sebagai pemilik lahan terpenuhi, sementara PLN juga tetap bisa menjalankan fungsi listriknya yang penting bagi masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut, Anton juga mengkritisi peran PT CEPR dan PLN terkait ketersediaan listrik di Kabupaten Cirebon. Meski terdapat PLTU di wilayah itu, masyarakat masih sering mengalami pemadaman listrik.
“PLTU di sini seharusnya bisa memberikan dampak positif bagi warga Cirebon, bukan justru membiarkan wilayah kita masih kerap gelap. Ini perlu perhatian serius dari CEPR dan PLN,” ujarnya.
Anton pun mendorong agar perusahaan lebih aktif dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menciptakan solusi yang benar-benar dirasakan oleh warga Cirebon.
“CSR harusnya bisa memperbaiki kondisi masyarakat, apalagi kalau dari Jawa dan Bali saja bisa terang, masa di Kabupaten Cirebon masih gelap,” tambahnya.
Gilang Ramadhan, pemilik lahan yang terlibat sengketa, mengungkapkan bahwa ia telah berjuang memperjuangkan haknya selama bertahun-tahun. Lahan seluas sekitar 84 meter persegi miliknya di Desa Kanci, Blok Siwanter, Kecamatan Astanajapura, diklaim digunakan oleh PT CEPR tanpa izin yang memadai. Meski sudah melapor ke Ombudsman dan PLN, belum ada kejelasan hingga saat ini.
“Ini sudah berproses lama dan laporan saya sudah sampai ke berbagai pihak, tapi hingga kini CEPR belum juga memberikan penyelesaian,” kata Gilang.
Ia berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi perusahaan besar agar lebih transparan dan mematuhi aturan dalam setiap proses pembangunan infrastruktur.
Gilang juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap warga lain yang mungkin mengalami nasib serupa namun tidak berani mengadu.
“Saya khawatir banyak warga di tempat lain dengan kasus yang sama, namun tidak berani menyuarakan hak mereka,” ujarnya.
DPRD Kabupaten Cirebon menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini dan memastikan hak-hak masyarakat terlindungi. Dengan tenggat waktu 14 hari yang diberikan, diharapkan PT CEPR dapat segera merespons dan menuntaskan permasalahan ini.
Sengketa ini bukan hanya persoalan tanah, tetapi juga menjadi cermin bagi perusahaan besar agar lebih bertanggung jawab dan berkomitmen dalam menjaga hubungan baik dengan masyarakat lokal.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.