SUARA CIREBON – Botok roti menjadi salah satu menu favorit untuk takjil berbuka puasa Sebagian masyarakat Kabupaten Cirebon. Teksturnya yang empuk dan lumer di mulut, menjadikan makanan ini banyak diburu masyarakat saat bulan Ramadan.
Namun di balik rasa manis legitnya yang menggugah selera, ternyata kemunculan botok roti berawal dari ide para Sultan Cirebon dalam memanfaatkan roti kering pemberian Belanda para zaman penjajahan dulu.
Menurut pembuat botok roti asal Desa Panembahan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Muhaimin, munculnya botok roti berawal dari kebingungan juru masak Kesultanan Cirebon asal Jamblang ketika menentukan pergantian menu varian makanan.
Saat itu, dibenak sang juru masak belum terpikir untuk membuat makanan varian baru berupa botok roti. Karena, di zaman kolonial Belanda kala itu, hanya orang berpangkat atau orang yang punya jabatan saja yang memiliki gula.
“Zaman itu kan yang punya gula cuma orang berpangkat dan punya jabatan saja. Yang punya roti juga cuma Kompeni, tentara Belanda,” ujar Muhaimin, Selasa, 18 Maret 2025.
Ide membuat botok roti itu kemudian muncul setelah Sultan mendapat pemberian roti kering dari Kompeni. Sultan ingin agar roti kering itu dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi makanan. Sultan pun meminta juru masak tersebut untuk bisa memanfaatkan roti kering menjadi makanan.
“Zaman dulu kan kelapa tinggal ngambil, dedaunan juga banyak. Akhirnya (bahan-bahan tersebut plus gula, red) dikombinasikan, jadilah botok roti,” paparnya.
Hidangan botok roti pada bulan Ramadan ini semakin istimewa dijadikan sebagai menu takjil karena memiliki cita rasa manis, legit, dan gurih. Botok roti merupakan makanan berbahan dasar roti tawar yang dikukus bersama campuran santan, gula, dan bahan lainnya, sehingga menghasilkan tekstur lembut dengan rasa manis dan gurih yang khas.
Sepintas, tampilan botok roti mirip dengan kolak, tetapi tanpa kuah. Cara penyajiannya pun unik, yaitu menggunakan bungkusan daun pisang. Perpaduan roti dengan santan dan gula membuat botok roti tidak hanya menjadi camilan, tetapi juga bisa menjadi pengganti nasi bagi sebagian orang yang ingin berbuka dengan makanan ringan namun tetap mengenyangkan.
Salah satu penjual botok roti di Jalan Fatahillah, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Abdul Ghofar, mengatakan, permintaan botok roti meningkat drastis selama bulan Ramadan.
“Setiap bulan puasa saya bisa menyediakan sampai 200 bungkus sehari,” ujar Ghofar, Selasa, 18 Maret 2025.
Ghofar menyebutkan, botok roti bukanlah makanan baru di Cirebon. Hidangan ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan sering dibuat oleh masyarakat setempat sebagai alternatif dari botok tradisional yang biasanya menggunakan parutan kelapa dan ikan teri.
Dibandingkan botok pada umumnya, botok roti lebih mudah dibuat dan bahan-bahannya lebih sederhana. Beberapa warga Cirebon mengatakan botok roti mulai populer sejak dulu ketika roti tawar mulai mudah didapat di pasar-pasar tradisional.
“Kalau ada roti sisa, dulu orang tua saya selalu buat botok roti, katanya biar tidak mubazir. Tapi sekarang malah jadi makanan favorit,” kata Ghofar.
Harga botok roti juga cukup terjangkau, berkisar antara Rp5.000 hingga Rp10.000 per bungkus, tergantung ukuran dan bahan tambahan yang digunakan.
Di tengah menjamurnya makanan kekinian, keberadaan botok roti sebagai takjil khas Cirebon masih tetap bertahan. Hal ini tidak lepas dari peran pedagang dan masyarakat yang terus melestarikan kuliner tradisional ini.
Beberapa pelaku usaha kuliner di Cirebon bahkan mulai berinovasi dengan botok roti, seperti menjualnya dalam kemasan modern atau menambahkan varian rasa baru. Meski begitu, mereka tetap mempertahankan cara penyajian khas dengan daun pisang agar aroma dan cita rasanya tidak berubah.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.