SUARA CIREBON – Bupati Cirebon, H Imron buka suara terkait kondisi kekinian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun, Kabupaten Cirebon.
Seperti diketahui, dugaan persaingan tidak sehat dengan belasan rumah sakit swasta yang mengelilinginya, mengancam keberlangsungan rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon tersebut.
Bupati pun meminta jajaran direksi dan para petinggi segera mencari akar persoalan yang menyebabkan kondisi RSUD Arjawinangun terpuruk.
“Pimpinan (RSUD Arjawinangun, red) harus kreatif, harus tahu masalah kemudian dicarikan solusinya,” ujar Imron, Senin, 23 Juni 2025.
Salah satu upaya yang harus dilakukan ialah meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap RSUD Arjawinangun. Dalam hal ini, pihak manajemen bukan hanya dituntut harus kreatif, tapi juga mengetahui permasalahan dan mencari solusi.
“Harus tahu apa masalahnya, apa potensinya, lalu cari jalan keluarnya. Mungkin saja potensi masalahnya banyak, dari mulai pelayanan, SDM, fasilitas dan lainnya, itu harus ditelisik,” kata Imron.
Ia mengaku, sampai saat ini belum mengetahui detail permasalahan yang menerpa rumah sakit pelat merah tersebut. Namun ia menyadari, di era globalisasi seperti sekarang ini, persaingan dengan rumah sakit swasta yang sangat ketat harus menjadi perhatian bersama jajaran manajemen RSUD Arjawinangun.
“Saya enggak tahu secara detail, yang tahu kan direktur dan jajarannya,” terang Imron.
Menurut Imron, ibarat sebuah klub sepak bola, dirinya adalah manajer yang bertugas mendorong para pemain untuk bisa mencetak gol. Jika para pemain sudah mengetahui taktik pemain lawan, tentu harus diantisipasi dengan strategi yang lebih jitu.
Ia menegaskan, pola serangan balik harus disiapkan untuk bisa menembus pertahanan lawan hingga menjadi gol.
“Kalau ibarat klub bola, saya ini manajernya, yang harus bisa menggolkan itu pemainnya. Jadi kalau tahu itu masalahnya, ya harus diundang perawat atau bidannya,” tandasnya.
Seperti diketahui, RSUD Arjawinangun yang berada di wilayah barat Kabupaten Cirebon didorong untuk mampu bersaing dengan 12 rumah sakit swasta yang mengelilinginya.
Belasan rumah sakit swasta yang mengelilingi RSUD Arjawinangun di antaranya Rumah Sakit Mitra Majalengka, Rumah Sakit di Jatibarang, Krangkeng, Ciwaringin, Gempol, Palimanan dan lainnya.
Banyaknya rumah sakit swasta di wilayah barat tersebut, membuat persaingan menjadi sangat ketat. Bahkan, persaingan ketat untuk memperebutkan ‘kue” BPJS pun cenderung sudah tidak sehat.
Direktur RSUD Arjawinangun, dr H Bambang Sumardi, mengatakan, saat ini RSUD Arjawinangun sudah bertransformasi melalui perubahan gedung yang sebelumnya masih gelap, kini secara perlahan sudah nampak terang.
Kemudian, alat kesehatan (alkes) juga sudah lebih canggih setelah dilakukan peremajaan. Bahkan, tahun ini RSUD Arjawinangun akan mendapat bantuan alkes yang lebih canggih dari pemerintah pusat.
“Insyaallah ke depan kita akan menghantarkan RSUD Arjawinangun yang modern, terpercaya, menyenangkan, dan menjadi pusat rujukan masyarakat Kabupaten Cirebon untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit ini,” ujar Bambang Sumardi, Sabtu, 21 Juni 2025.
Namun, Bambang menyebut, persaingan yang terjadi saat ini dengan sejumlah rumah sakit swasta sangat tidak wajar. Persaingan ini menjadi tidak seimbang dan sebanding lantaran jurus “menggoda” masyarakat yang bisa dilakukan oleh rumah sakit swasta, tidak bisa dilakukan oleh RSUD Arjawinangun.
Karena itu, menurut Bambang, dibutuhkan kebijakan dari Pemda Kabupaten Cirebon.
“Kalau rumah swasta diperbolehkan (menggunakan jurus, red) harusnya rumah sakit pemerintah juga diperbolehkan dong. Tapi kalau kita melakukan seperti rumah sakit swasta kita ditegur oleh auditor, inspektorat dan lainnya,” ujarnya.
Menurut Bambang, jurus yang digunakan oleh rumah sakit swasta tersebut sebenarnya tidak diperbolehkan secara etika bisnis. Namun faktanya, “pelanggaran” terhadap etika bisnis tersebut kini menjadi lumrah dan dianggap biasa.
“Harusnya, Pemda tegas mengatur tentang etika bisnis tersebut. Ya, tadi kebijakan Pemda, sesuai aturan yang ada menyatakan bahwa kegiatan yang begini begini itu tidak diperbolehkan dan harus ada regulasi yang mengatur tentang itu,” tegasnya.
Jurus menggoda masyarakat yang diduga dilakukan rumah sakit swasta di Kabupaten Cirebon ini yaitu dengan memberikan fee kepada pihak yang mengantar pasien, dalam hal ini aparat pemerintahan desa hingga oknum perawat atau bidan yang memberikan rujukan atau mengantar pasien ke rumah sakit dimaksud.
Praktik semacam ini tentu tidak sesuai dengan kode etik profesi dan bisa membuat rumah sakit milik pemerintah daerah, lambat laun gulung tikar.
Salah seorang aparat pemerintah desa yang enggan disebutkan namanya mengatakan, nominal fee yang didapatkan dari pihak rumah sakit ketika mengantarkan pasien menggunakan mobil siaga desa, sebenarnya tidak cukup besar.
Meskipun uang fee tersebut hanya cukup untuk pengganti kopi dan rokok, namun hal itu masih lebih baik ketimbang mengantar pasien ke rumah sakit milik pemerintah daerah yang tidak ada imbalan (fee)-nya.
“Pokoknya ada buat ngopi dan rokok sih. Kan kita hanya mengantar saja ke IGD, ya lumayan aja,” ujarnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.