SUARA CIREBON – Persaingan tidak sehat antarrumah sakit di Kabupaten Cirebon hingga menyebabkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun terpuruk, bukan hanya diwarnai praktik pemberian fee kepada pengantar pasien ke rumah sakit (RS) tertentu.
Ditengarai, keterpurukan RSUD Arjawinangun ini juga disebabkan adanya pengarahan rujukan tingkat pertama pada rumah sakit tertentu. Di mana, sistem rujukan tersebut diduga sudah mengakar di beberapa Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di Kabupaten Cirebon.
Warga Kabupaten Cirebon, Hakim Baihaqi, mengaku, pernah merasakan adanya pengarahan rujukan tingkat pertama pada rumah sakit tertentu saat mendatangi Puskesmas Sumber, Kecamatan Sumber beberapa waktu lalu.
Saat itu, ia ingin meminta rujukan dari faskes tingkat pertama untuk faskes tingkat lanjutan, yakni ke rumah sakit untuk mendapatkan tindakan bedah mulut. Menurut Hakim, di Puskesmas tersebut dirinya menanyakan RS rujukan yang bagus untuk tindakan bedah mulut.
Namun, kata Hakim, sang operator hanya memberikan dua pilihan RS tertentu tanpa ada alternatif RS lainnya. “Jadi enggak ada alternatif rumah sakit lain, atau minimalnya menawarkan ke rumah sakit milik Pemkab Cirebon, itu engak ada,” kata Hakim, Rabu, 25 Juni 2025.
Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan dan Pengendalian Mutu pada RSUD Arjawinangun, Dendi Hamdi, menyampaikan, sistem rujukan FKTP tidak semua dapat mengakses RSUD Arjawinangun.
“Rujukan dari FKTP tidak semuanya bisa akses ke RSUD Arjawinangun, itu karena tidak muncul dalam sistem rujukan BPJS-nya. Kalau ditanya kenapa, silahkan tanya ke BPJS, itu ranahnya BPJS,” kata Dendi Hamdi.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Diding Sarifudin menjelaskan, dulu sistem rujukan memakai sistem rujukan regional. Setelah adanya BPJS, dan saat ini hampir seluruh penduduk kabupaten sudah menjadi peserta BPJS, maka sistem rujukannya pun mengikuti aturan dari BPJS.
“Jadi, sistem rujukannya berjenjang dari FKTP ke rumah sakit tipe D atau C. Setelah itu baru tipe B, itu adalah aturan BPJS-nya,” kata Diding.
Ia mengatakan, sistem rujukan ke rumah sakit umum daerah tidak ada yang ditutup atau diblok, rujukan tersebut dibuka seluruhnya. Hanya saja, ada sistem dari BPJS yang mengatur secara berjenjang.
Pihaknya pun berupaya untuk memberi peluang sebesar-besarnya kepada RSUD Arjawinangun. Namun karena sistem rujukannya berjenjang, yakni harus ke RS type C, maka RS type B berada di jenjang akhir.
“Karena rujukannya harus ke C dulu, maka (type, red) B-nya belakangan,” kata Diding.
Namun kekinian, rujukan sudah berbasis kompetensi yang membuat persaingan akan semakin ketat lagi. Masing-masing RS yang merasa memiliki kompetensi, dan tidak dimiliki rumah sakit lain, bertekad mejadi pusat rujukan.
“Jadi kalau di rumah sakit tersebut ada sumber daya manusianya dan sarana prasarananya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, itu terbuka semuanya,” terangnya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mendorong RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon untuk berbenah. Ketua DPRD, Sophi Zulfia, meminta pembenahan dilakukan dari berbagai aspek, seperti kecepatan pelayanan, SDM maupun alat kesehatan yang canggih.
“Karena di sana kan banyak rumah sakit swasta, harusnya RSUD Arjawinangun berbenah,” ujar Shopi.
Sementara terkait dugaan fee untuk pengantar pasien yang dilakukan oleh kalangan profesi kesehatan, Sophi menegaskan, pihaknya akan mengkaji hal tersebut. Bahkan menurut Shopi, bila perlu hal itu ditertibkan.
“Sementara kita membenahi rumah sakit umum daerah itu dulu, baik dari manajemennya dan lainnya,” ungkapnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.