SUARA CIREBON – Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun telah melakukan evaluasi internal terkait penurunan jumlah kunjungan pasien tahun ini.
Dari evaluasi tersebut diketahui, masalah utama yang menyebabkan penurunan kunjungan di rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Cirebon ini adalah berawal dari proses rujukan.
Evaluasi telah dilakukan, jauh sebelum sejumlah pihak menyebut penyebab penurunan kunjungan akibat tidak munculnya nama RSUD Arjawinangun di dalam sistem rujukan berbasis Primary Care Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PCare BPJS) Kesehatan.
Direktur RSUD Arjawinangun, dr H Bambang Sumardi mengatakan, setelah mengetahui masalah utama penyebab penurunan kunjungan ke RS Arjawinangun, pihaknya bergerak melakukan penelusuran dengan meminta keterangan dari pihak di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Dari penjelasan sejumlah FKTP diketahui, penurunan kunjungan ke RSUD Arjawinangun bukan karena masyarakat tidak mau memeriksakan kesehatan di rumah sakit plat merah.
Karena faktanya, ketika masyarakat mengakses rujukan di FKTP, tidak muncul nama RSUD Arjawinangun. Di dalam rujukan FKTP tersebut, yang muncul adalah fasilitas kesehatan (faskes) lain.
Sehingga, masyarakat yang ingin memeriksakan kesehatan atau berobat ke RSUD Arjawinangun harus merelakan berobat di tempat yang tidak diinginkan, yakni di rumah sakit yang sistemnya diatur oleh BPJS.
“Ini yang menjadi kendala, sehingga sistem rujukan yang seyogyanya harus mementingkan kebutuhan masyarakat, dicederai,” kata Bambang Sumardi, Selasa, 1 Juli 2025.
Menurut Bambang, RSUD Arjawinangun sebagai rumah sakit Pemda, menginginkan kebijakan yang diterapkan BPJS dengan melihat kepentingan masyarakat.
Pasalnya, esensi program kesehatan pemerintah ini untuk membantu masyarakat dalam akses layanan kesehatan.
Pihaknya juga sering berkomunikasi dengan pihak BPJS terkait kondisi tersebut. Namun dari rangkaian komunikasi yang dilakukan, sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.
“Jawabannya normatif, hanya kegagalan sistem, eror sistem, tapi belum ada bukti nyata diperbaiki kapan dan sampai kapan?” tanya Bambang.
Bambang berharap kepada pemerintah agar melakukan penataan rumah sakit supaya tidak menumpuk di satu wilayah seperti yang terjadi di wilayah barat Kabupaten Cirebon.
Penataan rumah sakit dilakukan dengan melihat sebaran geografis dan sebaran demografi, sehingga dapat menempatkan posisi rumah sakit dengan jarak yang ideal.
Di mana jumlah rumah sakit swasta yang menjadi kompetitor, mayoritas berdiri di wilayah barat dan dekat dengan RSUD Arjawinangun. Dalam catatannya, rumah sakit swasta yang mengepung RSUD Arjawinangun ada 12 unit.
“Jangan menumpuk di satu wilayah, meskipun tidak ada aturan secara jelas dari pusat terkait jarak satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain. Tapi secara rasional, untuk mendapatkan akses layanan yang berkualitas harusnya diatur,” terangnya.
Meskipun terjadi penurunan jumlah kunjungan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, namun saat ini RSUD Arjawinangun masih beroperasi secara maksimal dan terstandar.
Layanan santun yang menjadi komitmen pihak RSUD Arjawinangun, masih berjalan guna mendukung rumah sakit pelat merah ini sebagai rumah sakit modern, terpercaya dan menyenangkan.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.