SUARA CIREBON – Panitia Khusus (Pansus) III DPRD Kabupaten Cirebon menggelar rapat kerja bersama Dinas Kesehatan dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Cirebon serta para pelaku di ekosistem pertembakauan lokal guna membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Ketua Pansus III DPRD Kabupaten Cirebon, Hanafi, menyampaikan, Raperda KTR menjadi wujud komitmen DPRD dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
“Raperda Kawasan Tanpa Rokok ini diharapkan menjadi payung hukum yang jelas bagi upaya menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman bagi masyarakat. Kami ingin aturan ini tidak hanya sekadar formalitas, tetapi benar-benar dapat diterapkan secara konsisten di fasilitas umum, perkantoran, sekolah, hingga tempat pelayanan kesehatan,” ujar Hanafi, Kamis, 23 Oktober 2025.
Dalam rapat itu, perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon menyatakan dukungan penuh terhadap penyusunan Raperda KTR ini. Menurutnya, regulasi tersebut menjadi dasar penting dalam mengendalikan dampak buruk rokok terhadap kesehatan masyarakat, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan.
Sementara itu, mewakili ekosistem pelaku pertembakauan lokal, Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, Sambas, meminta legislatif bijak dalam pembahasan Raperda KTR agar tidak menimbulkan efek domino yang merugikan.
Ia menyoroti adanya pasal dalam Raperda yang dianggap menjadi ancaman serius bagi kelangsungan komoditas tembakau yang sudah menjadi warisan turun-temurun dan andalan petani di musim kemarau.
“Tembakau adalah tanaman andalan di musim kemarau. Jangan lupa bahwa Jawa Barat adalah salah satu sentra tembakau yang penting di skala nasional,” ujar Sambas.
Ia menambahkan, Kabupaten Cirebon baru saja kembali menghidupkan usaha perkebunan tembakau rakyat setelah hampir 15 tahun mengalami penurunan, dengan memanfaatkan lahan bera di 10 kecamatan.
Senada dengan petani, perwakilan pedagang kelontong, Muji, meminta DPRD meniadakan larangan penjualan rokok yang dinilai akan memukul pendapatan pedagang kecil. Muji keberatan dengan rencana pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta larangan pemajangan produk.
“Omzet otomatis turun drastis. Pedagang kecil dan warung seperti kami akan kehilangan sebagian besar pendapatan harian kalau rokok dilarang dijual. Karena kenyataannya, penjualan rokok biasanya akan membuat konsumen beli dagangan yang lain juga,” ujarnya.
Perwakilan Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSPRTMM) SPSI Cirebon, Teddy Heryanto, mengingatkan, Raperda KTR yang terlalu menekan industri bisa berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
“Raperda KTR yang sangat menekan industri hasil tembakau (IHT) bisa membuat pekerja jadi pengangguran. Industrinya kolaps, pekerjanya juga terdampak. Perlu diingat bahwa ada 3.035 pekerja sigaret kretek tangan (SKT) di Cirebon, 95 persen adalah perempuan tulang punggung keluarga,” tegas Teddy.
Rapat kerja tersebut menegaskan pentingnya sinergi antara DPRD, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Cirebon.
Pansus III bersama Dinas Kesehatan dan Bagian Hukum Setda akan menindaklanjuti hasil rapat dengan penyempurnaan draf Raperda sebelum masuk ke tahap pembahasan selanjutnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.