SUARA CIREBON – Sejumlah petani penggarap asal Desa Sende, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, mengeluhkan pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan oknum yang mengatasnamakan perangkat desa setempat.
Pungli itu dilakukan saat para petani mendapat pembagian bibit padi gratis jenis Inpari 32 oleh UPT Dinas Pertanian setempat, belum lama ini.
Salah satu perwakilan kelompok tani Desa Sende, Cawila mengatakan, para pemenang lelang sewa lahan titisara dimintai pungli dengan modus pungutan pajak sebesar Rp400.000.
Selain itu ada pungutan Rp5.000 per bau untuk penanganan hama telah dilakukan oleh PPL Desa Sende. Menurutnya, pungutan dilakukan atas kesepakatan bersama para petani, karena tidak ada upaya dari Pemdes untuk mengatasi hama.
“Kalau pungutan Rp5.000 per bau, digunakan untuk penanganan hama tikus,” ujar Cawila, Selasa, 25 November 2025.
Cawila mengakui, kelompok tani Desa Sende memang tidak memiliki uang kas, sehingga mereka berani mengambil pungutan Rp5.000 per bau untuk penanganan hama.
“Pungutan yang Rp5.000 per bau ini dilakukan secara transparan dan petani ikhlas memberikan sumbangan karena untuk penanganan hama. Namun yang masih menjadi tanda tanya para petani di sini itu pungutan pajak sebesar Rp400.000 per bau. Itu yang kita persoalkan,” katanya.
Pihaknya mempertanyakan alasan para pemenang lelang lahan sawah milik TKD/Titisara Desa Sende garapan tahun 2025/2026 yang dipungut pajak Rp400.000 per bau.
“Pungutan Rp400.000 per bau itu keteranganya untuk bayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Ini kan aneh, sedangkan di tahun sebelumnya tidak ada. Untuk apa uangnya? Kita menang lelang aja harganya sudah tinggi ditambah lagi biaya pajak,” tegasnya.
Terpisah, saat dikonfirmasi, Kuwu Desa Sende, Suma membantah adanya pungli pada para pemenang lelang sewa lahan, saat pembagian bibit gratis.
”Pembagian bibit saya tidak tahu menahu, tapi koordinasi saya dengan kepala UPT langsung diserahkan ke petani,” kata Suma, melalui pesan WhatsApp-nya.
Ia mengatakan, para petani senang karena mendapat bibit padi gratis. Suma juga menyebut petani secara sukarela patungan untuk perkumpulan dan tidak dipatok besarannya.
”Untuk rabang rubung (kumpulan, red), itu seiklhasnya, buat beli kopi dan konsumi lainnya. Kalau petani ngasih ya diterima, kalau tidak ya tidak jadi masalah, pokoknya seikhlasnya aja,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.