KABUPATEN CIREBON, SC- Kasus pengambilan paksa jenazah positif Covid-19 dari Rumah Sakit (RS) oleh pihak keluarga belum lama ini, menjadi bahan evaluasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon. Tim penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan masih mengurai kasus tersebut untuk didalami agar bisa menjadi pelajaran. Agar kedepan kasus serupa tidak terulang lagi.
Ketua Bidang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon, Kompol Purnama, mengatakan, kasus pengambilan paksa jenazah positif Covid-19 masih dalam proses pendalaman dan pencarian bukti-bukti. “Akan mengarah kesitu, kita lihat dulu ini kan semua berproses nih. Masih dicari, apa (pengambilan paksa) itu karena memang benar-benar tidak tahu atau bagaimana, kita masih berproses,” ujar Purnama, Rabu (30/9/2020).
Meskipun ada beberapa aturan, termasuk Undang-Undang Karantina yang menjelaskan penerapan sanksi ketika terjadi ada upaya pihak keluarga atau masyarakat lainnya menghalang-halangi pemakaman pasien positif Covid-19 sesuai protokol Covid-19, kata dia, namun tidak serta merta dilakukan penegakan hukum bagi yang bersangkutan. “Memang masyarakat yang mengambil paksa jenazah positif Covid-19 itu ada sanksinya, ada aturannya. Tapi sanksinya saya lupa,” kata Purnama yang sebelumnya sebagai Ketua Tim Pemulasaran Jenazah Covid-19.
Ia menjelaskan, sanksi tersebut bisa diterapkan ketika dari penolakan dilakukannya pemakaman sesuai protokol Covid-19 itu, berdampak pada terjadinya klaster baru penularan virus korona. Menurut Purnama, dari kasus tersebut pihaknya sudah memberi pemahaman kepada pihak RS, agar segera meminta bantuan kepada pihak Kepolisian jika ada masyarakat yang hendak mengambil paksa jenazah Covid-19.
Nantinya, lanjut dia, pihak Kepolisian akan menjelaskan kepada masyarakat dan sekaligus mengamankan proses pemakamannya mulai dari RS sampai di lokasi pemakaman. “Jenazah yang dinyatakan positif Covid itu, protokol Covid berlaku. Kita tidak mau apabila ada jenazah sudah dinyatakan positif Covid dimakamkan secara normal, karena itu akan menjadi klaster baru,” tegas Purnama yang juga Kabag Ops Polresta Cirebon itu.
Diberitakan sebelumnya, pemulasaran dan pemakaman pasien meninggal dunia dalam kondisi masih terpapar Covid-19 harus menggunakan standar protokol Covid-19. Namun, di Kabupaten Cirebon masih terjadi pasien positif Covid-19 meninggal dunia diambil paksa oleh keluarganya dari Rumah Sakit.
Sekretaris Pemulasaran Jenazah Covid-19 Kabupaten Cirebon, dr Edi Susanto membenarkan adanya kejadian pengambilan paksa pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia. Menurut Edi, hal ini memang menjadi polemik yang harus segera dibahas oleh Gugus Tugas. “Ya seharusnya kan pemulasaran jenazah itu melalui protokol Covid-19. Itu makanya sekarang jadi polemik,” ujar Edi, kemarin (26/9/2020).
Ketika ada pasien yang positif kemudian meninggal dunia, kata Edi, seharusnya penanganan dilakukan penuh oleh pihak rumah sakit. “Jangan dibawa pulang kerumah. Pokoknya kalau ada yang positif dari RS seharusnya langsung, penguburannya sesuai dengan protokol Covid-19,” kata Edi.
Ia menjelaskan, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, harusnya pihak rumah sakit berkoordinasi terlebih dahulu dengan Gugus Tugas, dalam hal ini pihak Kepolisian dan TNI. Agar persoalan genting tersebut bisa diselesaikan. Rencananya, imbuh Edi, pada hari Senin besok (hari ini,red) polemik yang terjadi akan dibahas melalui diskusi dengan Kabag Ops Polresta Cirebon untuk mengetahui kronologisnya sejak masih di rumah sakit.
Terpisah, dokter forensik tim Pemulasaran Jenazah Covid-19 Kabupaten Cirebon, dr Riza Rivani mengatakan, jenazah yang positif Covid-19 wajib ditangani secara protokol Covid-19. “Karena pertama, adalah terkait penularan. Kedua, terkait mitigasi dan tracing, kemudian untuk pemulasaran jenazahnya harus di rumah sakit karena limbahnya yang berbahaya,” kata Riza.
Oleh karena itu kata Riza, apapun alasannya, masyarakat tidak diperbolehkan membawa paksa jenazah yang positif Covid-19. Jenazah harus dikuburkan langsung di tempat pemakaman Covid-19. Jika membawa paksa maka akan ada sanksi pidananya. Menurut Riza, sesuai Undang-undang Wabah, sanksi pidananya bisa berupa kurungan penjara selama 3 bulan. “Kalau kata KUHP, membawa paksa jenazah bisa kena pidana 7 tahun,” jelas Riza.
Sampai saat ini, lanjut Riza, dirinya belum mendengar adanya penularan Covid-19 dari jenazah yang sudah dilakukan pemulasaran oleh tim pemulasaran jenazah Covid-19. Karena, sebelumnya jenazah positif Covid-19 harus berada di dalam ruangan isolasi. Jika pemakaman sudah siap, pihaknya langsung menuju ke ruang isolasi untuk melakukan desinfeksi jenazah dan ruangannya.
Semua proses pemulasaran, mulai dari memandikan hingga pemakaian kain kafan dan masuk ke peti jenazah, semua dilakukan dengan protokol Covid-19 yang sangat ketat. Pada setiap tahapannya, juga selalu disertai dengan penyemprotan disinfektan. “Kemudian pada tahap akhir peti kita paku, diharapkan tidak ada yang bisa membukanya kembali,” jelasnya.
Riza berpesan, bagi keluarga yang anggota keluarganya meninggal akibat Covid-19 maka wajib mengikuti protokol Covid-19. Agar imbasnya tidak merugikan banyak orang. “Percayakan kepada petugas,” tegasnya. Riza menambahkan, saat ini pihak rumah sakit masih kekurangan pengangkut jenazah dari rumah sakit sampai ke liang lahat.
Oleh karenanya, setelah keluar dari rumah sakit, memang sebaiknya masyarakat yang melakukan pemakaman. “Masyarakat bisa dibekali ilmu tata cara penguburan jenazah Covid-19. Minimalnya tiap desa memiliki tim masing-masing. Karena selama ini pihak rumah sakit yang selalu turun. Bahkan sekarang sudah aman, masyarakat cukup memakai masker, sarung tangan saja,” paparnya. (Islah)