KABUPATEN CIREBON, SC- Tradisi karnaval muludan di Kecamatan Gegesik tahun dipastikan tidak akan terselenggara. Kepastian tidak diselenggarakannya kegiatan tersebut menyusul adanya Surat Edaran (SE) Bupati Cirebon yang melarang kegiatan tersebut.
Muspika Kecamatan Gegesik dan Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC) Kecamatan setempat pun kemudian mengadakan musyawarah dan menyosialisasikan perihal ditiadakannya kegiatan karnaval muludan tahun ini.
Camat Gegesik, Udin Syafrudin, kepada Suara Cirebon, menyampaikan, hasil evaluasi Muspika dan FKKC Kecamatan Gegesik menyebutkan kesepakatan ditiadakannya karnaval muludan tahun ini mengingat wilayah Kecamatan Gegesik masih berada pada zona merah atau zona risiko tinggi penularan Covid-19.
“Karena penyebarannya masiv dan kita masih zona merah. Kegiatan arak-arakan, karnaval dan kegiatan di alun-alun di tiadakan,” ujar Syafrudin, Rabu (7/10/2020).
Meski demikian, kata dia, upacara adat memandikan dan membawa benda pusaka Gruda dan Bareng berkeliling tetap dilakukan. Dua benda pusaka tersebut hanya akan dibawa keliling di sekitar wilayah masing-masing desa tempat benda pusaka itu disimpan.
“Ya diarak juga, tapi di internal desa masing-masing dan pesertanya juga terbatas,” kata Syafrudin.
Selain itu, lanjut Syafrudin, kegiatan doa bersama yang dilakukan di masjid setempat juga tetap dilakukan. Namun, pelaksanaannya tetap mengacu pada protokol kesehatan dan dengan peserta yang juga terbatas.
Ia menegaskan, pada pelaksanaannya nanti tim Satgas Penanganan Covid-19 tingkat kecamatan dipastikan bakal memantau penerapan protokol kesehatannya. Jika terjadi pelanggaran, pihaknya tidak segan-segan memberi tindakan tegas kepada pelanggar.
“Untuk hari pelaksanaannya masih dirumuskan, biasanya pelaksanaan karnaval sebelum hari H. Ya, sebelum muludan kasepuhan,” ujarnya.
BACA JUGA: Ider-ideran Muludan Gegesik, Paduan Nilai Agama dan Budaya
Terpisah, Kuwu Desa Gegesik Lor, Suradi, mengatakan, upacara memandikan dan membawa keliling Gruda sudah menjadi tradisi turun temurun. Tradisi tersebut dilakukan satu tahun sekali bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi atau muludan. Namun, mengingat tahun ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19, maka tradisi memandikan dan mengarak Gruda hanya dilakukan di sekitar desa saja.
Biasanya, lanjut dia, Gruda dikeluarkan ke depan balai desa untuk dimandikan lalu dibawa keliling dengan cara diarak.
“Sekarang sih setelah diarak sebentar kemudian langsung dibawa masuk lagi. Biar tidak ada warga yang mencuci muka dengan air Gruda itu, nanti malah menimbulkan kerumunan. Tapi untuk tahun ini ketua panitianya Kuwu Gegesik Kulon,” katanya. (Islah)