MALAM atau lilin merupakan bahan dasar utama yang sering digunakan oleh para pengrajin batik. Namun, kini para pengrajin bisa menggunakan minyak sawit sebagai pengganti malam, berkat inovasi baru yang telah dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
BPPT, belum lama ini telah gencar mengadakan sosialisasi dan workshop penggunaan malam berbahan turunan minyak sawit. Tujuannya, untuk memperkenalkan bahan tersebut kepada para pengrajin batik.
Dalam acara itu, sebanyak 40 peserta dari berbagai kelompok batik turut hadir. Tidak hanya berasal dari wilayah Cirebon saja, namun juga daerah lain di Jawa Barat, seperti Kota Cirebon, Indramayu, Bogor, Sumedang, Majalengka, Kuningan, Subang, Tasikmalaya dan Sukabumi.
“Kita berupaya mendorong pemanfaatan hasil riset dalam pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan industri, khususnya industri batik. Melalui sosialisasi produk formulasi lilin batik kepada para pelaku industri batik,” ujar perekayasa BPPT yang sekaligus narasumber acara workshop, Indra Budi Susety, Selasa (23/3/2021).
Indra menjelaskan hasil riset yang digunakan dalam malam batik ini adalah produk turunan sawit. Hal itu ditujukan untuk menggantikan parafin yang biasa digunakan dalam malam batik. Hasil inovasinya dinamai Bio-Paraffin Substitue (Bio-Pas).
“Bio-Pas merupakan produk berbasis minyak sawit yang telah dikembangkan oleh BPPT. Pengganti parafin berbasis minyak bumi. Hasil riset itu, diformulasi menjadi malam batik,” ungkapnya.
Menurut dia, ada keistimewaan dalam penggunaan malam sawit, di antaranya mampu menjadi perintang warna yang bagus. Serta tidak terdapat rembesan warna yang masuk. Sehingga hasil pewarnaan lebih tajam dan cerah.
Selain itu, kata dia, pemakaian bahan dari sumber daya tak terbarukan dapat mengancam keberlanjutan warisan budaya tersebut. Oleh karenanya paraffin dari sumber minyak bumi perlu dicari penggantinya. Salah satu solusinya, BPPT telah menemukannya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap dapat terciptanya konsumen baru bagi minyak sawit untuk meningkatkan konsumsi minyak sawit. Serta membuka peluang penciptaan wirausaha baru dan lapangan kerja di bidang industri pembuatan malam batik pada skala pabrikasi. Selain itu, inovasi malam batik berbasis sawit semakin dikenal.
“Salah satu keunggulan produk ini tidak hanya menggantikan parafin basis minyak bumi, tapi juga bisa mengurangi beberapa komponen dalam pembuatan malam yang diharapkan bisa mengurangi harga malam batik,” katanya.
Sementara itu, Peneliti dari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Isnaeni menyampaikan, sawit merupakan sumber daya yang lestari. Kalau dibudidayakan, menurut dia, tidak akan habis. Mengingat, minyak sawit merupakan kategori sumber daya nabati. Berbeda dengan minyak bumi, yang lama kelamaan akan habis.
Sedangkan, lanjut dia, ada keuntungan sendiri ketika pengrajin batik beralih ke malam sawit. Sebab, biayanya pun relatif lebih murah.
“Sehingga, ada efisiensi dalam pengeluaran bahan baku. Kemudian, keunggulan lainnya, hasilnya lebih baik. Tidak mudah patah dan potensinya ini cukup baik ya,” katanya.
BACA JUGA: Kerajinan Rotan Dominasi Ekspor UMKM
Namun, tambah dia, butuh waktu kisaran 3 sampai 4 tahun untuk bisa memformulasikan inovasi malam sawit.
“Itu untuk memproses sama memperkenalkan. Tapi yang lamanya itu ternyata memperkenalkannya. Mudah-mudahan, para pengrajin nanti setelah mengetahui bisa beralih,” pungkasnya. (Joni)