ARJAWINANGUN, SC- Rencana pembangunan Pasar Jungjang, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon menuai protes dari himpunan pedagang pasar setempat yang bernamakan HIMPPAS.
Saat dihubungi Suara Cirebon melalui pesan singkat pada Jumat (28/5/2021), Kordinator HIMPPAS, Aden Deni menyampaikan, pihaknya bersama perwakilan pedagang lainnya telah melakukan pertemuan dengan Kuwu dan Ketua Badan Permusyawaran Desa (BPD) Jungjang untuk membahas persoalan tersebut di kediaman ketua BPD setempat.
Disebutkan, pada pembahasan itu pihaknya telah mengajukan sembilan poin kesepakatan. Antara lain, pendaftaran pedagang untuk booking los atau kios ditutup, masa hak guna pakai los atau kios selama 30 tahun, developer PT DUMIB dipertimbangkan untuk dicari penggantinya, hak pedagang terkait kios dan jumlah jatah kios, serta DP atau booking fee ditiadakan terlebih dahulu.
Kemudia, Aden menegaskan, sejumlah hal lainnya yang harus dievaluasi, yaitu harga dan klasifikasi kelas kios. Bahkan, panitia terkait pembangunan pasar tersebut diminta untuk dirombak atau diganti secara keseluruhan. Juga, klasifikasi pedagang yang telah diblacklist pun mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan jatah kios.
BACA JUGA: Begal Payudara di Cirebon Berhasil Dibekuk
“Alhamdulillah pak kuwu dan Pak Nasron menyetujui semua. Kecuali (poin) ke 3 (developer PT DUMIB dipertimbangkan untuk dicari penggantinya), kekeh mempertahankan PT DUMIB,” katanya kepada Suara Cirebon.
Bahkan, salah satu pedagang di Pasar Jungjang yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, pembangunan pasar dalam situasi pandemi Covid-19 ini tentu sangat memberatkan pedagang. Pasalnya, kata dia, pendapatan mereka menurun sangat drastis. Namun, di sisi lain harus membayar sejumlah uang untuk DP atau booking fee agar namanya tercatat sebagai orang yang mendapat jatah kios.
“Kalau gak pesan (booking) nanti katanya hangus gak dapat kios. Ini kan sangat menyekik pedagang. Kita ini jualan sedang sepi, belum buat makan di rumah, jajan anak, bayaran sekolah, bayar retribusi di pasar. Kita sedang sulit kaya gini malah pasar mau bangun, kemudian harus membayar uang DP itu sangat besar. Kalau seperti itu, jujur aja saya gak mampu,” tuturnya kepada Suara Cirebon.
Sementara itu, Kuwu Jungjang, Sutrisno mengaku, alasan pemerintah desa mempertahankan PT DUMIB, karena pihaknya dengan perusahan itu sudah melakukan teken kontrak pada tahun 2017 lalu. Hal tersebut juga, kata dia, berdasarkan hasil evaluasi.
Karena, jelas dia, ada 8 atau 9 pelamar yang ikut serta mendaftar menjadi investor dan kontraktor pembangunan pasar. Namun dari jumlah itu, hanya 2 perusahaan yang memenuhi kriteria sebabai investor dan kontraktor.
“Kemudian di 2018 ditunggu yang satunya tidak datang, jadi pada akhirnya yang menang kan PT DUMIB. Terlepas itu, saya kan mengurus perizinan-perizinan dan lain-lain sampai dapat sertifikat,” ujar Kuwu Sutrisno saat dikonfirmasi Suara Cirebon melalui sambungan telepon, Ahad (30/5/2021).
BACA JUGA: Terpeleset saat Hendak Cuci Muka, Bocah 11 Tahun Tenggelam di Sungai Gegerkan Warga Jagapura
Dia mengungkapkan, hal itu tertuang di dalam sebuah perjanjian. Apalagi, menurut Sutrisno, untuk perizinan pun legalitasnya sudah resmi, seperti Izin Mendirkan Bangunan (IMB) pun sudah keluar.
“Nah kalau IMB sudah keluar kan tinggal start. Sudah start, tinggal kita orang ada ketidak cocokan harga,” katanya.
Maka, lanjut Sutrisno, ketika terjadi potensi masalah di lapangan, maka BPD wajib menyurati ke pemerintahan, pemerintahan menyurati ke investor, tembusannya dari BPD, panitia, investor, Muspika, Disperindag, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMPD), sampai ke Bupati.
“Kita udah bikin kok apabila ada potensi masalah di lapangan. Kalau kita menggagalkan, berarti kita itu mudarat kena pinalty,” ungkapnya.
Masalah ini, jelas Sutrisno, yaitu hanya pada persoalan harga. Padahal, dia memaparkan, pihaknya telah melakukan perhitungan ulang dan menunggu keputusan dari pihak investor. (Joni)