KUNINGAN, SC- Mencuatnya dugaan korupsi bantuan sapi dari anggaran pokok pikiran (pokir) DPRD Kabupaten Kuningan menimbulkan banyak persepsi dan gesekan politik di internal, pun diduga kuat semakin panas.
Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan dari berbagai sumber, pokir sapi penggemukan yang dialokasikan pada anggaran 2020, sekitar bulan Mei-Juni ke kelompok peternak tersebut tersebar di setiap dapil di Kabupaten Kuningan.
Hingga mencuatnya dugaan korupsi pada minggu-minggi ini, September 2021, sapi penggemukan tersebut hampir semuanya telah dijual oleh kelompok, terutama saat ‘marema’ lebaran Idul Adha 2021.
Pimpinan DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy pun angkat bicara, dan menyatakan jika pokir sapi penggemukan tersebut telah sesuai dengan aturan pengadaan barang dan jasa, serta aturan pokir lainnya.
Ketua DPRD Kuningan menjelaskan, pokir itu sendiri merupakan salahsatu kewajiban setiap anggota DPRD sesuai Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, bahwa dalam penyusunan Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), DPRD memberikan saran dan pendapat berupa Pokir berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai masukan dalam perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMD.
BCA JUGA: Spirit Religius Pondasi Ideologi Pancasila
Terkait dugaan penyalahgunaan sapi, pihaknya belum mendapat laporan. Berkaitan dengan kelompok, anggota dewan berkewajiban hanya menentukan lokus atau Calon Penerima Calon Lokasi (CPCL) sesuai pengadaan barang dan jasa.
“Kalau kita lihat dari SOP semuanya sudah benar dilakukan mulai dari kontrak dan persyaratan CPCL sudah dilakukan, soal penyalahgunaan itu bukan kewenangan DPRD. Apabila adanya dugaan sebaiknya jangan mengkambinghitamkan pokir karena pokir telah diatur dalam undang – undang,” tandasnya, Kamis (16/9) lalu.
Mengenai mekanisme pemberian bantuan sapi pokir sendiri, menurut Nuzul, seperti dalam satu reses ada kelompok masyarakat yang menyampaikan ingin mendapatkan bantuan kemudian dari Dewan hanya menerima berkas persyaratan dari kelompok yang dimasukan ke dalam RKPD online yang masuk dari beberapa pintu ada pintu reses dan musrenbang, kemudian masuk ke KUA PPAS kemudian masuk ke sistem anggaran baru dibahas dalam RAPBD setelah itu menjadi sudah masuk ke dalam APBD dan APBD Kuningan.
Kental Politik
Sedangkan Wakil Ketua DPRD, H.Dede Ismail, merasa terperanjat ketika namanya disebut di media online. Ia pun tidak ingin dugaan ‘pokir sapi’ itu menjadi bola liar dan merusak namanya. Pasalnya, pemberian bantuan sapi tersebut sesuai mekanisme aturan.
“Mekanismenya seperti ini, kelompok mengajukan proposal dan diketahui oleh kepala desa, baru diajukan ke dinas. Kemudian diverifikasi oleh UPT Kecamatan dan dinas. Dinas memverifikasi ulang ke kelompok tersebut apakah fiktif atau tidak. Kandangnya sehat atau tidak hingga pembuangan limbah dan keamanan kandang pun diverifikasi. Penyaluran uang pun oleh dinas, bukan oleh anggota dewan,” papar Dede Ismail.
Ketika ada kalimat sapi bodong pun, menurut Dede Ismail sama sekali tidak nyambung. “Ini muatan politisnya kental sekali, dan kenapa media nyecarnya ke saya, tapi ya saya sikapi dengan bijak. Tapi yang jelas saya tandaskan, bantuan sapi ini sapi penggemukan bukan pembiakan, dan sudah sesuai prosedural yang saya sebutkan tadi,” jelasnya. (Nung Kh)