KABUPATEN CIREBON, SC- Empat santri salah satu pondok pesantren (ponpes) di Dukupuntang, Kabupaten Cirebon dilaporkan ke polisi. Keempat santri itu yakni F (15), E (15), R (15) dan F (15). Mereka merupakan santri senior yang diduga melakukan bullying (perundungan) terhadap KAA (13) yang merupakan adik kelasnya.
Tindak perundungan itu dilakukan keempatnya menyebabkan korban mengalami patah tulang rusuk. Akibatnya, korban yang berasal dari Tegal itu pun harus dirujuk ke RS Mitra Plumbon.
Orang tua korban, Afip Sudiono, melaporkan dugaan tindak kekerasan tersebut ke Polres Kota Cirebon pada 15 Maret 2022 dengan Surat Tanda Bukti Lapor Nomor : STBL/B/209/III/2022/SPKT/Polresta Cirebon/Jawa Barat.
BACA JUGA: Empat Santri Dilaporkan ke Polisi, Pihak Ponpes Bakal Lapor Balik
Kuasa Hukum Pelapor, Edi Romadon menjelaskan, kronologis terjadi dugaan perundungan terhadap korban terjadi pada 25 Februari 2022 di pondok pesantren tersebut. Tepatnya di kamar mandi pesantren sekitar pukul 11.00 WIB jelang Salat Jumat. Di tempat tersebut, keempat terlapor secara bergantian memukuli korban.
“Terlapor diduga melakukan kekerasan terhadap anak dengan menggunakan tangan kosong secara bergantian,” kata Edi, Rabu (13/4/2022).
Menurut Edi, tindak kekerasan tersebut, diduga karena para terlapor tidak terima ditegur oleh korban saat antre di kamar mandi. Sebab, keempat terlapor menyalip atau langsung masuk kamar mandi tanpa mengantre terlebih dahulu sebagaimana santri lainnya. Setelah ditegur, terlapor langsung menarik korban lalu membenturkannya ke tembok dan dimasukan ke kamar mandi diduga untuk dianiaya.
BACA JUGA: Pasang Tarif Rp.500 Ribu per Malam, 2 Wanita Jajakan Jasa Begituan Melalui MiChat
“Sehingga korban mengalami luka lebam pada perut dan dada serta mengeluarkan darah saat buang air besar. Hingga dilarikan ke RS Mitra Plumbon dan dirujuk ke RS Mitra Keluarga Tegal untuk rawat inap,” jelasnya.
Ia menjelaskan, laporan yang dilakukan kliennya sudah diproses oleh Polresta Cirebon dengan baik dan cepat. Mulai dari BAP, hingga memberikan pendampingan terhadap korban bersama dinas terkait ke psikolog. Pihaknya juga sudah menyerahkan bukti-bukti atas perkara tersebut.
“Alhamdulillah dari polres tahapannya sudah dilakukan dengan cepat, sampai terakhir tanggal 7 April dilakukan pra-rekonstruksi di pondok pesantren yang dihadiri juga oleh wali santri,” paparnya.
BACA JUGA: Ditinggal Istri Merantau, Pria Bejat di Gegesik Cirebon Tega Setubuhi Adik Ipar Selama 2 Tahun
Di tempat yang sama, kuasa hukum korban lainnya, Teguh Kayen, mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan pihak pesantren maupun terlapor yang seolah merasa tidak bersalah. Sebab, selama sebulan terhitung dari laporan yang dilakukan, tidak pernah ada telepon masuk ke kliennya untuk sekadar meminta maaf.
“Kalau dari Polres maupun dinas bagus welcome semuanya. Cuma yang disayangkan dari pihak terlapor maupun dari pihak pesantren kami melihatnya terkesan ada pembiaran, tidak ada tanggung jawab,” ujarnya.
Menurut Teguh, kliennya merasa kecewa karena pihak pesantren seolah mengusir korban jika tidak mau mengikuti aturan yang ada di pesantren. Sebenarnya, kata dia, keluarga korban pun akan sangat legawa dan tidak melanjutkan laporan jika ada respon baik dari terlapor maupun pihak pesantren, meski kondisi korban berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog, mengalami tekanan mental yang berat akibat kejadian itu.
BACA JUGA: Terbakar Cemburu, Suami Tega Aniaya Istri di Kamar Kos Cirebon
“Ini masih proses lidik, belum naik. Karena ini pidana khusus menyangkut anak di bawah umur, sehingga ada diskresi atau upaya untuk kekeluargaan karena menyangkut masa depan terlapor. Tapi jika tidak ada itikad baik kekeluargaan dari terlapor maupun pondok pesantren ya kasusnya akan naik,” tegasnya. (Islah)