KABUPATEN CIREBON, SC- Kasus dugaan bullying santri Pondok Pesantren (Ponpes) BIM Dukupuntang, Kabupaten Cirebon terhadap adik kelasnya yang sudah dilaporkan ke Polresta Cirebon dibantah pihak Ponpes BIM.
Apa yang sudah disampaikan pengacara pelapor pada media terkait beberapa tindak kekerasan fisik terhadap pelapor, menurut ponpes tersebut semuanya tidak benar. Karena itu, pihak pesantren pun bakal menuntut balik pelapor atas dugaan pencemaran nama baik.
Pengawas Ponpes BIM Dukupuntang, Ustad Muhammad Rifai mengatakan, berita tentang adanya santri BIM yang dibenturkan oleh beberapa santri lainnya hingga menimbulkan luka lebam pada bagian perut dan dada, serta pihak pesantren yang disebut abai hingga melakukan pengusiran, itu semua tidak benar.
“Saya nyatakan itu semua tidak benar. Kami sudah memanggil para terlapor dan mengecek, bahkan kami sudah menyumpah mereka. Kami juga melakukan investigasi, mencari saksi dan bukti, tapi kami tidak menemukan bukti maupun saksi yang mengarah pada kekerasan fisik,” kata Rifai, Jumat (15/4/2022).
BACA JUGA: Empat Santri Dilaporkan ke Polisi
Saat kejadian, menurut Rifai, situasi di lokasi sedang ramai karena para santri sedang persiapan salat Jumat. Sehingga, jika saat itu ada perkelahian maka pasti akan segera dilerai oleh santri lainnya.
Kemudian, lanjut dia, terkait klaim bahwa anak tersebut mengalami patah tulang rusuk dan Buang Air Besar (BAB) darah karena pembengkakan usus akibat kekerasan fisik, pihak pesantren BIM juga tidak mendapatkan bukti visum tersebut.
Rifai menegaskan, pihak pesantren maupun pihak sekolah tidak akan mengeluarkan kelima anak yang diduga pelaku tersebut dari pesantren sesuai permintaan pelapor. Pasalnya, fakta di lapangan memang tidak ada tanda-tanda yang mengarah pada kekerasan fisik. Namun jika pelapor menempuh jalur hukum, maka pihaknya akan menghormati proses hukum tersebut.
“Silakan saja. Apa yang disampaikan pengacara tersebut tidak benar, seolah-olah pihak pesantren abai bahkan mengusir korban, itu semua tidak benar,” kata dia.
BACA JUGA: Nelayan Curhat Solar Susah Didapat ke Jokowi
Dikatakan Rifai, dari kejadian tersebut, pihaknya sudah melakukan apa yang menjadi standar penanganan anak di pesantrennya. Pihak pesantren pun sudah menghukum para terlapor karena telah berebut kamar mandi.
“Hukuman itu bukan atas dasar mereka melakukan kekerasan fisik. Hukuman itu kami berikan karena terjadinya perebutan kamar mandi saja,” bebernya.
Namun, kata Rifai, hukuman yang diberikan tersebut rupanya masih tidak memuaskan pihak pelapor yang menginginkan terlapor dikeluarkan dari pesantren. Pihak pesantren sendiri, secara tegas memastikan tidak bisa mengeluarkan terlapor karena tidak ada barang bukti maupun saksi yang kuat untuk bisa mengeluarkan mereka dari pesantren.
BACA JUGA: Ditinggal Istri Merantau, Pria Bejat di Gegesik Cirebon Tega Setubuhi Adik Ipar Selama 2 Tahun
Ia menjelaskan, sejak awal pun pihak pesantren selalu kooperatif dan membantu proses agar masalah tersebut bisa selesai dengan melakukan mediasi. Bahkan, secara pribadi ia juga sudah menelepon orang tua kedua belah pihak untuk bisa bertemu dalam mediasi.
“Bahkan saya pribadi sudah menelepon ibunya untuk mencoba memediasi agar pelapor dan para terlapor ini orang tuanya bisa ketemu. Tapi sekali lagi itu dimentahkan, disampaikan oleh pihak pelapor bahwa ini sudah diserahkan ke pengacara. Ya sudah kami akan menghormati prosesnya,” papar Rifai.
Ia juga menegaskan, selama ini pihaknya maupun pihak sekolah tidak pernah mengeluarkan pelapor secara resmi. Apa yang dilakukan pihaknya adalah sebuah penegasan yang sudah menjadi keputusan lembaga. Jika tidak terima dan mempunyai keputusan lain, maka silakan cari sekolah yang sesuai dengan keinginan pelapor.
Karena, lanjut dia, pihaknya sudah melakukan prosedur penanganan anak sesuai dengan standar yang dimiliki di pesantrennya.
BACA JUGA: Siswa SMPN 1 Jamblang Tewas Tersambar KA Saat Ngabuburit
“Untuk itu, kami pihak pesantren dan wali santri terlapor akan menuntut balik atas laporan palsu dan pencemaran nama baik ini. Maka dari itu, kita akan terus melakukan pengawalan terhadap proses hukum yang sedang berjalan ini,” tandasnya.
Rifai menambahkan, pasca kejadian tersebut, Direktur Pesantren, Saeful Mukhlisin dan pembimbing kamar bahkan langsung melakukan pengecekan terhadap kondisi tubuh anak tersebut. Hasilnya, sambung dia, tidak ditemukan luka lebam sedikit pun. Tidak seperti apa yang sudah disampaikan pihak pelapor ke media.
Bahkan, saksi yang mengetahui kejadian tersebut menyebutkan, ketika anak tersebut berada di dalam kamar mandi dan ingin keluar, pintunya dibuka oleh anak lainnya yang bermama Rifki dari kelas XI karena saat itu pintunya terganjal kayu. Saksi juga melihat kondisi anak tersebut biasa saja, tidak sempoyongan dan tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik.
“Jadi ini yang sebenarnya dan perlu disampaikan ke khalayak umum agar semuanya tahu di sisi kami yang sebenarnya dari fakta-fakta di lapangan yang kami temukan tidak ada hal hal yang mengarah pada kekerasan fisik,” tegas Rifai.
BACA JUGA: Demonstrasi Mahasiswa Tolak Presiden 3 Periode Diwarnai Ricuh, Sejumlah Orang Terluka
Diberitakan sebelumnya, empat santri Pondok Pesantren BIM Dukupuntang, Kabupaten Cirebon dilaporkan ke Polisi. Keempat santri itu yakni F (15), E (15), R (15), dan F (15). Mereka merupakan santri senior yang diduga melakukan bullying terhadap korban yang merupakan adik kelas mereka.
Aksi bullying yang mereka lakukan terhadap korban berinisial KAA (13) bahkan telah menyebabkan korban mengalami patah tulang rusuk. Hingga korban asal Tegal itu pun harus dibawa ke RS Mitra Plumbon.
Orang tua korban, Afip Sudiono, kemudian melaporkan dugaan tindak kekerasan tersebut ke Polres Kota Cirebon pada 15 Maret 2022 dengan Surat Tanda Bukti Lapor Nomor : STBL/B/209/III/2022/SPKT/Polresta Cirebon/Jawa Barat. (Islah)