Karena itu, Prof Septi menegaskan, dalam hal ini perubahan mindset dan menekan ego diri sangat diperlukan. Itulah mengapa Prof Irwansyah menyatakan dari authorship (penulis) ke editorship (editor).
Untuk itu, jelas Prof Septi, dalam mempublikasikan karya, penulis tidak bisa memaksakan keinginannya terhadap jurnal yang dituju. Namun, penulis perlu mengetaahui keinginan editor, gaya selingkungnya, termasuk bagaimana menyenangkan pihak editor dengan men-submit artikel sesuai dengan pola penulisan dalam jurnal.
“Segera memperbaiki catatan yang diberikan dan mensitasi artikel-artikel yang ada di dalam jurnal yang dituju,” terangnya.
Intinya, tegas Prof Septi, penulis tidak dapat mengendalikan orang lain, termasuk editor dan reviewer jurnal. Tetapi, penulis bisa mengendalikan diri sendiri untuk menyesuaikan dengan keinginan mereka.
BACA JUGA: Wow, Tahun Ini FITK IAIN Cirebon Targetkan 2.000 Sarjana
Sehingga, Prof Septi mengungkapkan, kendati dirinya baru mengenal beberapa jurnal internasional terindeks scopus dan masih terus perlu belajar lagi, namun dirinya telah berhasil mempublikasikan jurnal internasionalnya di Qudus International Journal of Islamic Studies (QIJIS).
“Itu sebetulnya factor lucky (beruntung) saja,” ujar Prof Septi merendah.