Tapi apakah memang demikian ? Jawabannya, ternyata tidak selalu. Ikan bandeng menjadi sajian keluarga etnis Tionghoa saat Imlek terbatas hanya pada deerah tertentu saja.
Tidak semua keluarga etnis Tionghoa atau masyarakat China menyajikan meni olahan ikan bandeng saat Imlek.
Hanya saja, yang menjadi seperti wajib sebenarnya olahan ikan. Tida selalu harus ikan bandeng. Bahkan di Tiongkok, lebih banyak ikan gurame yang menjadi seperti sajian wajib.
Budayawan Jeremy Huang Wijaya atau akrab dipanggil Suhu Jeremy mengungkapkan soal ikan bandeng dan ikan sebagai sajian wajib disaat Imlek.
Suhu Jeremy menjelaskan, malam Imlek adalah malam terindah karena menjadi meomentum kumpul bareng keluarga bagi warga China atau etnis Tionghoa.
Pada malam Imlek itulah keluarga warga etnis Tionghoa berkumpul dan diantaranya ialah agenda makan bersama.
Ada aneka masakan dan kue yang disajikan di malam Imlek seperti mie, dodol kue keranjang, rebung, ayam atau bebek peking dan ikan.
Di Tiongkok China di malam Imlek biasanya yang di sajikan adalah ikan gurame, bahasa mandarinnya 鲤鱼 Lǐyú.
Berbeda dengan masyarakat China atau etnis Tionghoa di Jawa, terutama wilayah pantura yang seolah telah mewajibkan sajian malam Imlek berupa olahan ikan Bandeng.
Baik ikan bandeng atau ikan gurame, termasuk jenis ikan lainnya sama saja. Memiliki harapan untuk dapat memiliki kehidupan yang berlimpah di tahun yang baru.
BACA JUGA: Tiap Imlek Masyarakat Tionghoa Kenang Jasa Gus Dur, Keppres yang Sangat Bersejarah
Ikan dalam bahasa mandarin 鱼 Yú, hampir mirip dengan pelafalan Yu, mengandung arti harapan hidup berlimpah atau surplus.
Tradisi sajian olahan ikan bandeng di malam Imlek umumnya berasal dari pesisir pantai utara (pantura) Jawa.
Ini dimulai sejak abad 16 atau 5 abad lalu. Etnis Tionghoa yang banyak bermukim di wilayah di Juwana, Pati, Rembang dan Semarang Jawa Tengah, memilih ikan bandeng sebagai sajian untuk makan malam di malam Tahun Baru Imlek.
Sesuai dengan potensi keberadaan ikan, etnis Tionghoa di pantura Jawa, di daerah Juwana, Semarang dan sekitarnya, memilih ikan bandeng yang lebih cocok untuk sajian makan bersama keluarga di malam Tahun baru Imlek.
BACA JUGA: Perayaan Imlek dari Masa ke Masa, Era Soeharto Dilarang Terbuka, Kembali Dibuka di Era Gus Dur
“Ini dimulai di abad 16. Ikan bandeng memang banyak terdapat di daerahg Juwana. Bahkan sampai sekarang, Juwana sangat terkenal dengan berbagai olahan ikan bandeng, terutama bandeng asap duri lunaknya,” tutur Suhu Jeremy.
Mengapa masyarakat Tionghoa di Juwana, Semarang dan sekitarnya menyajikan ikan bandeng di malam Imlek.
Selain ikan bandeng banyak terdapat di daerah pantura Jawa tersebut, juga karena tekstur ikan yang sepertinya sesuai dengan filosofi yang disampaikan di setiap Imlek.
Ikan bandeng memiliki tekstur berupa duri yang banyak. Ini lalu dimaknai sebagai lambang kehidupan manusia yang berliku.
Menikmati daging ikan bandeng perlu kehati-hatian dan kesabaran karena duri yang banyak terdapat di dalamnya, baik duri lembut sampai duri besar.
Perlu kehati-hatian dan kesabaran supaya bisa menikmati daging ikan bandeng yang empuk dan gurih.
“Ikan bandeng sangat cocok dengan nilai filosofis orang etnis Tionghoa. Bahwa hidup butuh kehati-hatia, kesabaran dan keuletan untuk bisa sukses,” tutur Suhu Jeremy.
Sejak itu, ikan bandeng menjadi pilihan bagi warga etnis Tionghoa (China) di pantura Jawa sampai sekarang. Makin besar ikan bandeng yang disajikan, maka makin besar tantangan hidup yang harus dihadapi.
BACA JUGA: 5 Rahasia Kenapa Orang China Banyak yang Kaya dan Sukses, Ini Catatan Tahun Baru Imlek
“Namun sebenarnya tidka harus selalu ikan bandeng. Berbagai jenis ikan lain juga bisa seperti kakap, gurame, tongkol dan sejenisnya. Ikan ini hanya perlambang saja,” tutur Suhu Jeremy.
Dalam tradisi makan di malam Imlek, ada liangsim atau adab (kesopanan), biasanya yang muda membawa ikan untuk anggota keluarga yang lebih tua.
Makin besar ukuran ikan, makin menandakan tanda-tanda kemakmurannya Sekaligus juga doa agar mendapatkan rejeki yang berlimpah.***