Biasanya, sambung Khuailid, bentuk kegiatannya berupa pengajian yang di dalamnya ada semacam sosialisasi agar orang yang bersangkutan dipilih oleh masyarakat.
“Nah yang seperti itu yang berhak menilainya adalah Bawaslu atau Panwascam,” kata Khualid.
Selanjutnya, dijelaskan Khuailid, Bawaslu atau Panwascam yang akan melakukan investigasi atas laporan masyarakat terkait penggunaan tempat ibadah tersebut.
“Apakah menggunakan sarana ibadah itu sudah masuk kategori politik praktis atau bukan,” ucapnya.
BACA JUGA: Penangkapan Terduga Teroris di Cirebon, Rumah Kontrakannya Sudah Kosong
Karena itu, sambung dia, ketika ada tokoh politik yang memanfaatkan masjid dan musala untuk kepentingan kegiatan politik praktis, pihaknya mendorong masyarakat untuk melaporkan temuan tersebut ke Bawaslu atau Panwascam.
Karena, menurut Khuailid, pengawasannya bisa dilakukan oleh semua pihak, termasuk masyarakat.
“Pengawasan dari semua pihak, kita sifatnya hanya imbauan. Adapun kewemangannya mungkin lebih ke Bawaslu atau Panwascam, karena punishment-nya kan oleh pengawas,” kata Khuailid.
Namun, diakuinya, sejauh ini belum ada temuan, baik partai atau perorangan yang menggunakan sarana masjid dan musala untuk kepentingan pilitik praktis.***