SUARA CIREBON – Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Cirebon bakal meninjau lokasi permukiman transmigrasi lokal di Desa Seuseupan, Kecamatan Karangwareng, Kabupaten Cirebon.
Rencananya, permukiman transmigrasi lokal di Desa Seuseupan ini akan ditinjau Selasa besok, 21 Maret 2023.
Kepala Disnaker Kabupaten Cirebon, Novi Hendrianto mengakatan, peninjauan permukiman transmigrasi lokal tersebut dilakukan untuk melihat langsung permasalahan dan kendala yang dihadapi warga setempat.
Nantinya, kata Novi Hendrianto, Disnaker Kabupaten Cirebon bakal memfasilitasi keinginan para transmigran lokal tersebut, termasuk juga membantu mencarikan solusi dari kendala yang dihadapi mereka saat ini.
Diakui Novi, permasalahan yang diahadapi para transmigran lokal ini memang cukup pelik. Utamanya terkait status aset atau lahan yang mereka tempati.
“Memang PR dari dulu. Kita juga belum mendeteksi ada berapa KK, berapa orang dan dari mana saja. Itu pernah dibahas oleh kita dan pernah saya bawa ke tingkat provinsi,” ujar Novi, Senin, 20 Maret 2023.
Menurut Novi, sebenarnya untuk fasilitasi antar daerah adalah kewenangan pemerintah provinsi. Karena, para transmigran tersebut pada awalnya di tempatkan oleh Pemerintah di daerah Aceh dan Kalimantan.
Entah karena ada persoalan apa, para transmigran asal Kabupaten Cirebon itu kemudian dikembalikan lagi dan ditempatkan di kawasan tersebut.
Karena itu, meskipun bukan prioritas, namun Novi mengakui persoalan tersebut masih menjadi tugas dan kewenangan Disnaker Kabupaten Cirebon juga.
“Karena kebetulan mereka ini translok, jadi harus kita selesaikan, paling tidak kita memfasilitasi karena mereka warga Kabupaten Cirebon juga,” kata Novi.
Sebelumnya, sudah 20 tahun para transmigran lokal kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Mereka merupakan warga asal Cirebon yang mengikuti program transmigrasi dari pemerintah ke wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Namun dikarenakan adanya bencana alam, konflik horizontal dan lainnya, kemudian mereka dipindahkan ke kawasan yang disediakan pemerintah sebagai permukiman di Desa Seuseupan.
Salah seorang warga setempat, Muniah Temu, mengatakan, dirinya adalah salah seorang transmigran asal Desa Gebang Kulon, Kecamatan Gebang. “Saya bersama warga asal Cirebon lainnya sudah 20 tahun tinggal di sini,” ujar Muniah.
Menurut Muniah, di permukiman transmigrasi lokal tersebut, ia dan warga sesama transmigran lokal lainnya tidak bisa berkembang. Pasalnya lahan yang tersedia tidak produktif.
Selain itu, mereka juga kesulitan untuk mendapatkan air layak konsumsi karena airnya asin meskipun jauh dari laut.
Di sisi lain, warga yang tinggal di permukiman transmigrasi Desa Seuseupan itu, hingga kini belum memiliki dokumen kepemilikan hak lahan yang dikuasainya, yakni berupa sertifikat tanah.
Sementara Kuwu Seuseupan, Sukia, membenarkan, lokasi seluas lebih kurang 4 hektare di desanya dijadikan permukiman bagi transmigrasi pindahan asal Kalimantan dan Aceh maupun wilayah lainnya.
Sukia mengakui, para transmigran pindahan itu belum memiliki dokumen kepemilikan tanah, dan hingga saat ini lahan yang mereka tempati sifatnya masih Hak Guna Pakai.
Ia menjelaskan, di permukiman transmigrasi tersebut, ada sekitar 50 kepala keluarga (KK). Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persennya merupakan transmigrasi pindahan, sementara sisanya merupakan warga pribumi.
“Sekarang banyak yang sudah kembali lagi ke daerah asalnya, karena di sini mereka tidak memiliki usaha. Lahan yang ada juga tidak produktif dan sulit air, jadi tinggal di sini tidak bisa berkembang, dan serba kesulitan,” ungkapnya.***