SUARA CIREBON – Lebaran atau Hari raya Idul Fitri rasanya belum lengkap kalau tidak ada kue legenda satu ini di atas meja ruang tamu. Apalagi kalau bukan biskuit Khong Guan.
Khong Guan sebenarnya merk dagang seperti umumnya biskuit. Namun maknanya, seiring waktu telah berubah, dan kini menjadi icon yang melekat jika ada kata lebaran atau Hari Raya Idul Fitri.
Masyarakat Indonesia sangat mengenal biskuit Khong Guan. Di era medsos, setiap lebaran atau Hri Raya Idul Fitri, beredar berbagai jenis meme yang terinsipirasi dari gambar yang ada di dalam kaleng biskuit Khong Guan.
Khong Guan, kini menjadi legenda tersendiri diantara berbagai pernik yang berhubungan dengan lebaran atau Hari Raya Idul Fitri.
Saking istimewanya Khong Guan, bahkan seorang penyair, Joko Pinurbo, kelahiran Sukabumi, Jawa Barat pada Mei 1962, namun lebih dikenal sebagai penyair Yogyakarta, mengemasnya dalam deretan puisi terinspirasi biskuit Khong Guan yang terangkum secara apik lewat Antologi “Perjamuan Khong Guan” (Januari, 2020).
Orang Indonesia pasti sudah hafal, dan tidak asing dengan gambar “Perjamuan Khong Guan”, seorang ibu dengan dua orang anak di meja makan. Kalengya berwarna merah segi empat.
“Makna Khong Guan telah mengalir lebih jauh dari sungai Bengawan Solo. Meluap dan banjir kemana-mana. Masuk dalam relung kesadaran masyarakat Indonesia. Tentang banyak hal. Keharmonisan, kesederhaan, persamaan, keadilan, pluralisme, inklusifitas atau beragam kebhinekaan. Khong Guan memang sakti,” tutur Budayawan Jeremy Huang atau akrab dipanggil Suhu Jeremy, Rabu, 19 April 2023.
Saking melegendanya, biskuit Khong Guan. Seolah menjadi sajian kudapan wajib yang di hidangkan di hari lebaran Idul fitri. Untuk masyarakat di seputar Cireboin, biasanya disajikan dengan sirop Tjiremai dan Tjampolai.
Hingga kini, memasuki lebaran Idul Fitri 1444 Hijriah tahun 2023, di pasaran biskuit Khong Guan tak terkalahkan. Meskipun harganya telah mencapai ratusan ribu, tetap banyak peminatnya.
Di Jln Ahmad Yani dan Jemur Sari, di dekat perlintasan kereta seputar Taman Pelangi Surabaya, bahkan ada tugu berbentuk khusus Kaleng Biskuit Khong Guan dengan ukuran besar, lengkap dengan gambar dan warna merah khas kaleng kudapan tersebut.
Di masyarakat, setelah biskuitnya habis, kaleng Khong Guan biasanya masih dipakai untuk berbagai macam isi. Yang sering menjadi bahan parodi atau lelucon di masyarakat ialah berisi rengginang atau berbagai jenis makanan ringan seperti krupuk.
Sebanyak 80 puisi Jokpin dalam antologi “Perjamuan Khong Guan”, mengisahkan berbagai hal tentang Indonesia, tentang kemanusiaan, jati diri bangsa dan berbagai nilai-nilai humanisme universal yang dikemas secara renyah dan manis, serta beraneka rasa, khas isi dari satu kaleng Khong Guan.
Suhu Jeremy mengungkapkan sejarah Khong Guan. Tahukah Anda, ternyata biskuit Khong Guan itu produksi negeri jiran, Singapura. Pabrik Pertamanya di Jalan 18 Howard Singapura, berdiri sejak 1947.
Biskuit Khong Guan dirintis dari dua saudara imigran yang berasal dari Fujian Tiongkok. Kakak beradik itu pindah ke Singapura tahun 1935, yaitu Chew Choo Keng dan Chew Choo Han.
Awal mulanya datang ke Singapura mereka berdua bekerja di pabrik biskuit lokal. Tahun 1940 Jepang menginvasi Singapura sehingga mereka berdua mengungsi ke Perak Malaysia.
Mereka menjual biskuit, meski saat itu pasokan gula dan tepung menjadi langka. Mereka sempat beralih profesi menjadi penjual garam dan sabun.
Tahun 1945 setelah Jepang Pergi dari Singapura, kedua saudara ini kembali pindah ke Singapura. Mereka kembali menjual biskuit.
Khong Guan lantas kembali dirintis saat Chew Choo Han menemukan beberapa mesin pembuat biskuit tua yang rusak akibat akibat perang.
Mesin pembuat biskuit tempat dulu kakak beradik itu bekerja sebelum Jepang menginvasi Singapura, lalu diperbaiki Chew Choo Han.
Saking daruratnya, kakak beradik itu sampai terpaksa memasang jalur produksi biskuit semi otomatis menggunakan rantai sepeda untuk memindahkan biskuit pada sistem konveyor melalui oven bata.
Dari mesin bekas dan rusak akibat perang Asia Pasifik yang merupakan bagian dari Perang Dunia II, Khong Guan merintis sejarahnya.
Setelah beberapa waktu, tahun 1947 Khong Guan Biskuit Factory Pte Ltd resmi berdiri di Singapura.
Mengawali ekspansi pertama pemasaran tahun 1950 sampai 1960an, Khong Guan membanjiri tokoi-toko biskuit Malaysia.
Tahun 1960, mulai memasuki era kejayaan. Tiap hari pabrik di Singapura menghasilkan 10.000 kaleng dan telah merekrut 1000 karyawan.
Tahun 1960, 70 persen produk Khong Guan diedarkan dan menguasai pasaran Malaysia dan Singapura sendiri. Sisanya yang 30 persen, tersebar ke sejumlah negara seperti Hong Kong, Afrika, Timur Tengah termasuk Indonesia.
“Khong Guan terus berkembang. Hingga tahun 1970 pabriknya pindah ke lokasi lebih besar di kawasan bisnis Jurong Singapura,” tutur Suhu Jeremy.
Tahun 1980, giliran Singapura menginvasi Jepang melalui Khong Guan. Bahkan juga melebarkan sayap sampai Amerika Serikat. Khong Guan tercatat sudah mengekspor ke lebih dari 40 negara.
Tahun 2001 Chew Choo Keng meninggal dunia pada umur 86 tahun. Ia meninggal saat usahanya yang dirintis dari mesin bekas telah menjadi perusahaan multinasional dan perusahaan asosiasi di Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, Hongkong, Tiongkok dan Amerika Serikat.
Januari 2007, sang adik, Chew Choo Han memutuskan pensiun. Lalu meninggal pada November tahun 2007. Khong Guan telah tersebar kemana-mana, termasuk merasuki ruang kesadaran masyarakat Indonesia, sebuah pasar raksasa di Asia Tenggara.
Di Indonesia, lahir beragam kreatifitas terinspirasi oleh legenda Khong Guan, Maknanya berlimpah, tergantung siapa yang menafsirkannya.
“Khong Guan sebagaimana arti harfiah dalam bahasa Mandarin yang artinya kaleng kosong. Ia bisa diisi apa saja. Karena itu bisa bermaksa apa saja. Selalu menjadi misteri. Sebagaimana netizen yang sampai hari ini pada kepo menanyakan dimana sang ayah dalam perjamuan itu,” tutur Suhu Jeremy.
Pepatah China mengatakan :
筏逆流而上,后游,人生没有一蹴而就的事,没有一蹴而就的成就,只有牺牲和奋斗
Fá nìliú ér shàng, hòu yóu, rénshēng méiyǒu yīcù’érjiù de shì, méiyǒu yīcù’érjiù de chéngjiù, zhǐyǒu xīshēng hé fèndòu
Artinya… Berakit rakit ke Hulu, berenang renang kemudian, dalam kehidupan tidak ada yang instan, untuk meraih kesuksesan tidak ada yang instan dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan.***