SUARA CIREBON – Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mulyasari, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, pada tahun ajaran baru tahun 2023/2024 hanya mendapatkan satu murid baru. Ironisnya, jumlah murid di SDN Mulyasari dari kelas I hingga kelas VI hanya 18 orang
Plt Kepala SDN Mulyasari, Mukidi menjelaskan, kekurangan murid yang terjadi di SDN Mulyasari sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Kondisi serupa terjadi pada kelas 1 hingga kelas 6 yang hanya tersisa tiga hingga lima murid saja.
“Mirisnya lagi, murid kelas 3 yang tersisa satu pada tahun lalu dan tahun ajaran ini memilih untuk pindah ke sekolah lain,” kata Mukidi kepada Suara Cirebon, Kamis, 20 Juli 2023.
Pihaknya menduga, kurang diminatinya SDN Mulyasari oleh masyarakat setempat, karena sekolahnya dinilai kurang dalam memberikan pembelajaran agama Islam.
Diakui Mukidi, lingkungan masyarakat Mulyasari sangat kental dengan agama Islam. Sehingga masyarakat lebih memilih menyekolahkan anak di Madrasah Ibtidaiyah (MI) ketimbang ke sekolah negeri.
Padahal sekolahnya, telah berusaha mengikuti kurikulum sesuai dengan aturan pemerintah, yang di dalamnya terdapat pembelajaran agama.
“Sekolah kami (SDN Mulyasari, red) dikelilingi lima MI swasta yang tersebar di seluruh desa. Banyak orang tua memilih memasukkan anaknya ke MI karena mereka memperoleh seragam gratis bahkan uang tunai,” ungkapnya.
Mukidi menjelaskan, 18 orang murid yang ada di SDN Mulyasari terbagi dalam kelas I sebanyak dua murid (satu murid tidak naik kelas), kelas II sebanyak lima murid, kelas III tak ada murid, kelas IV sebanyak tiga murid, dan kelas V sebanyak empat murid, serta kelas VI hanya empat murid
“Kalau komposisi pengajar ada sebanyak 4 tenaga pengajar di antaranya dua P3K, dua honorer, satu operator dan saya sendiri (Plt kepala sekolah),” jelasnya.
Sementara itu, seorang guru SDN Mulyasari yang cukup lama mengajar di sekolah tersebut, Siti Muayadah menyampaikan, sekolahnya sejauh ini kurang mendapatkan perhatian dari Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, sekolah itu tidak pernah dikunjungi pihak Disdik.
“Kami di sini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, mirisnya lagi tidak ada yang mau menjabat sebagai kepala sekolah definitif dan hanya dilakukan pergantian Plt kepala sekolah saja,” kata Siti.
Menurutnya, semangat mencerdaskan bangsa sesuai amanat undang-undang di sekolah itu terabaikan. Tenaga pengajar yang hanya terdapat empat orang guru dan seorang operator, membuat guru terpaksa menggabungkan salah satu kelas yakni kelas 4 dan 5 di satu ruangan.
“Kami berharap ada perhatian lebih dari Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. Minimal melihat sejauh mana kondisi sekolah dan kondisi murid dan kami di sini. Pasalnya sudah beberapa tahun terakhir pengawas pembina sekolah pun sangat jarang ke sekolah,” pungkasnya.***