SUARA CIREBON – Sama dengan yang dilakukan militan Hamas lewat serangan Badai Al Aqsa pada sabtu dini hari, 7 Oktober 2023, saat perang Yom Kippur, gabungan negara Arab juga melakukan pola serangan blitzkrieg (serangan kilat) jauh ke dalam wilayah Israel.
Rencana penyerangan persekutuan negara Arab, Mesir dan Suriah sangat rapi dan rahasia. Bahkan sampai jam J serangan, yakni pada pukul 14.00 siang hari, pihak Israel, maupun Mossad, intelijen Israel, tidak mengetahui serangan kilat tersebut.
Israel sama sekali tidak mengira akan adanya serangan. Bahkan ketika penyerbuan pertama terjadi, Perdana Menteri (PM) Israel ketika itu, ialah seorang wanita bernama, Golda Meir, tidak mempercayai laporan intelijen Mossad akan adanya serangan.
Pasukan gabungan Mesir, Suriah, Libya, Irak dan Yordania, bergerak dengan kekuatan penuh. Mengerahkan ribuan pasukan, artileri, tank dan pesawat udara menyerang Israel dari arah Golan dan Terusan Suez.
Meski menggunakan pola blitzkrieg, penyerangan itu sebenarnya sudah direncanakan lebih dari satu tahun oleh negara-negara Arab.
Mereka melakukan pertemuan sangat rahasia untuk menyusun serangan, termasuk juga dengan negara komunis terbesar di dunia ketika itu, Uni Soviet, sebagai penyokong utama persenjataan negara-negara Arab.
Di Israel sendiri, saat penyerbuan terjadi, baik pemerintahan Partai Buruh Golda Meir, maupun masyarakat Israel, tengah dilanda ketidakpercayaan dengan Mossad.
Sebab, Mossad sempat memberikan laporan rinci soal rencana serangan setelah melihat pergerakan pasukan gabungan Arab memobilisasi alat-alat perang di sejumlah perbatasan dengan Israel beberapa bulan jauh sebelum Oktober 1973.
Karena tidak terjadi serangan yang dilaporkan Mossad, hal itu membuat PM Golda Meir dan rakyat Israel tidak lagi percaya dengan laporan intelijen Mossad.
Belakangan diketahui, bahwa hilangnya kepercayaan rakyat Israel terhadap mossad sebenarnya merupakan bagian dari setingan negara-negara Arab.
Mesir, Suriah, Libya, Yoordania dan negara Arab lain, memang memobilisasi pasukan di perbatasan dengan Israel. Namun mereka hanya melakukan latihan perang-perangan, dan itu dilakukan berkali-kali.
Tujuannya rupanya memang sengaja agar Mossad menyampaikan laporan ke Golda Meir soal rencana serangan. Namun kenyataannya serangan tidak terjadi, sehingga laporan Mossad dinilai mengada-ada.
Pancingan negara Arab sebenarnya sudah snagat sukses. Terbukti saat serangan asli digelar, pasukan Israel sama sekali tidak tahu dan tidak ada persiapan, ditambah mereka sedang menjalankan ibaah puasa Yom Kippur.
Pada hari H dan jam J serangan dilakukan pasukan gabungan negara Arab, Israel bahkan masih belum percaya kalau ada serangan.
Golda Meir baru percaya setelah ada laporan dari pos-pos terdepan Israel yang mengatakan mereka dalam posisi diserang pasukan Arab.
Hari pertama serangan, pasukan Arab mencatat sukses besar. Mereka berhasil masuk dan meringsek, tidak saja di Golan dan Sinai, tetapi juga sudah mulai memasuki wilayah asli Israel.
Tercatat di Dataran Tinggi Golan, 180 tank Israel harus menghadapi gempuran 1.800 tank Suriah. Kemudian di Terusan Suez, 500 prajurit Israel harus menghadapi gempuran infanteri Mesir yang berjumlah berkali-kali lipat, 80.000 prajurit Mesir.
Mesir juga melakukan strategi pertahanan udara dengan taktik Payung Udara untuk menghancurkan pesawat-pesawat Israel yang semua berperang tanpa persiapan sebelumnya.
Gerak maju tentara Suriah dan Arab rupanya tidak lama. Begitu Israel menyadari dalam status diserang, mereka langsung konsolidasi. Laporan-laporan intelijen Mossad dijadikan panduan serangan balik Israel.
Meski kalah persenjataan dan pasukan, dengan panduan laporan intelijen, pasukan Israel berhasil memukul balik baik Mesir maupun Suriah.
Di Golan, tank-tank Suriah giliran dihancurkan satu per satu.
Di Sinai dan Suez, Israel berhasil memanfaatkan celah dengan memotong garis taktik Payung Udara Mesir.
Ribuan pasukan Mesir yang telah jauh masuk ke wilayah Israel, mengalami kekurangan logistik dan perbekalan, serta tidak disokong oleh serangan udara Mesir.
Jet-jet tempur Mesir yang akan memberi bantuan serangan pasukan, dicegah di perbatasan udara olej jet-jet tempur Israel.
Pada saat bersamaan, ketika pasukan Mesir kehabisan perbekalan, infanteri angkatan darat Israel, disokong jet-jet tempur Israel, menghancurkan ribuan pasukan Mesir yang seperti seolah terjebak di ladang pembantaian.
Perang Yom Kippur nyaris menyulut perang lebih besar, bahkan bisa memantik Perang Dunia Ketiga, ketika Uni Soviet yang sejak awal menyokong negara Arab hendak campur tangan langsung.
Pada saat bersamaan, Amerika Serikat dan sekutu NATO nya juga bersiap membantu Israel bila Uni Soviet ikut campur.
PBB segera turun tangan dan mengeluarkan resolusi. Dua minggu setelah peperangan terjadi, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi Nomor 339 berisi gencatan senjata.
Ketika resolusi dikeluarkan, pasukan dan kekuatan tempur Israel, bahkan sudah bersiap menyerang kota-kota besar di Mesir.
Namun akhirnya diurungkan setelah PBB meminta seluruh pihak melakukan gencatan senjata.
Secara statistika, dalam Perang Yom Kippur, Israel kehilangan 2.688 prajurit, 7.000 terluka dan 300 lebih dijadikan tawanan perang. Sebanyak 102 pesawat dan 800 tank hancur.
Sementara di sisi Arab, Mesir dan Suriah, kehilangan 35.000 pasukan, 15.000 luka-luka dan 8.300 ditawan. Mesir kehilangan 235 pesawat, sedangkan Suriah 135 pesawat, serta ribuan tank.
Dampak dari perang Yom Kippur, terjadi peta perubahan geopolitik di Timur Tengah, terutama menyangkut isu Palestina. Yordania, Suriah dan Mesir berubah sikap terhadap Israel.
Perang Yom Kippur juga menimbulkan krisis energi. Harga minyak mencapai harga tertinggi saat itu mencapai 11,65 Dollar per barel pada Desember 1973. Produksi minyak Arab Saudi turun 25 persen.
Hal ini membuat gejolak di sejumlah tempat, terutama di wilayah Yordania dan Suriah dimana Gerakan Pembebasan Palestina (PLO, Palestine Liberation Organization), akhirnya terlibat konflik dengan Yordania dan Suriah.
Konflik Yordania, Suriah dengan PLO juga menimbulkan banyak korban jiwa.
Terjadi kontak senjata antara kedua belah pihak, hingga PLO terpaksa memindahkan markasnya dari semula di Tepi Barat di perbatasan dengan Yordania, ke Lebanon dan Tunisia setelah Raja Hussein Yordania, melakukan tindakan represif dan mengusir pasukan PLO dari wilayahnya.
Jika dalam perang Yom Kippur tahun 1973, Israel pada akhirnya memenangkan pertempuran, pada perang kali ini, yang diawali blitzkrieg (sreangan kilat) militan Hamas, masih belum diprediksikan.
Sebab perang baru saja dimulai. Israel juga tengah menyusun skema serangan belasan yang disebut dengan Operasi Pedang Besi ke wilayah Gaza untuk mengejar target-target persembunyian militan Hamas. (selesai)***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.