SUARA CIREBON – Sebanyak 600 orang atau 300 pasangan bukan suami istri yang terjaring razia penyakit masyarakat, masuk data base Satpol PP Kabupaten Cirebon sebagai pasangan mesum.
Kasi Operasi dan Pengendalian (Opsdal) Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat (Tibumtranmas) Satpol PP Kabupaten Cirebon, Wisma Wijaya mengatakan, hasil razia pekat yang dilakukan Satpol PP selalu dicatatkan ke dalam data base dan dalam dua tahun terakhir telah terdata sebanyak 600 orang atau 300 pasangan.
Hal itu dilakukan sebagai pendataan untuk mengetahui pasangan yang kembali terjaring razia setelah diberikan pembinaan.
Menurut Wisma, dari hasil asesmen, diketahui angka pasangan mesum yang terjaring razia dalam kurun waktu tersebut didominasi perselingkuhan. Sementara angka pasangan mesum bersama pekerja seks komersial (PSK), persentasinya lebih rendah.
“Hasil asesmen yang kami lakukan kemarin, dari 300 pasangan bukan suami istri sesuai data base kami, yang perselingkuhan itu mencapai 70 persen, sedangkan PSK 30 persen,” ujar Wisma Wijaya, Rabu, 14 Mei 2024.
Dari hasil asesment tersebut, diketahui juga tempat yang paling banyak digunakan untuk berbuat asusila, baik pasangan perselingkuhan maupun pasangan PSK, ialah di kos-kosan.
Sementara tempat kosan yang paling banyak digunakan oleh pasangan mesum tersebut ialah di kawasan Jalan Tuparev, Kecamatan Kedawung karena dekat dengan Kota Cirebon.
Selain di wilayah Kecamatan Kedawung, tempat kosan kedua terbanyak digunakan untuk pasangan mesum tersebut adalah wilayah Kecamatan Beber, kemudian disusul Kecamatan Ciledug.
“Kalau pasangan selingkuh yang terjaring razia, rata-rata usianya 40 tahun ke atas,” kata Wisma.
Menurunnya prosentase angka PSK yang terjaring razia, menurut Wisma, disebabkan karena mereka yang menjalani profesi tersebut bukan lagi atas tuntutan ekonomi, melainkan karena tuntutan kebutuhan gaya hidup.
Dari hasil asesment tersebut, juga terungkap, usia PSK rata-rata 20 tahun ke atas dan sebagian merupakan mahasiswa.
“Karena kalau secara ekonomi orang tuanya, sebenarnya mampu. Mereka melakoni itu untuk mendapat pendapatan tambahan karena tuntutan gaya hidup, biar tidak kalah sama temannya,” paparnya.
Hal yang sama juga terjadi pada PSK yang sudah mempunyai pekerjaan. Para PSK ini sengaja melakoni “pekerjaan malam”-nya untuk memenuhi gaya hidup.
“Jadi, mereka ini kalau malam jadi PSK, siangnya kerja biasa,” terangnya.
Sejauh ini, pihaknya sudah sering memberikan imbauan dan sosialisasi kepada para pemilik kosan, agar tempatnya tidak digunakan untuk tempat mesum.
“Tapi namanya pengusaha tetap beralasan, kosannya tidak laku kalau tidak begitu. Tapi nanti kami akan berkoordinasi dengan bidang Gakperunda terkait perizinan tempat kosan,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.