SUARA CIREBON – Kasus guru honorer Supriyani di SDN Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, mirip kasus Vina Cirebon. Dari dua kasus ini, penyidik diduga sama-sama meminta orang yang dijadikan tersangka mengakui perbuatannya.
Dari penuturannya, Supriyani diminta mengaku menganiaya siswa anak polisi oleh penyidik, hingga pengakuan itu jadi dasar penyidikan dalam status tersangka penganiayaan.
Supriyani mengaku diminta oleh seorang penyidik di tingkat Polsek Baito untuk mengakui perbuatannya, menganiaya siswa yang merupakan anak seorang anggota polisi dengan jabatan kepala unit atau kanit intelkam Polsek Baito.
“Iya (disuruh mengaku di Polsek Baito), terus jadi tersangka,” tutur Supriyani.
Dalam kasus ini, juga terjadi kejanggalan dalam isi Berita Acara Pemrikksaan (BAP). Disebutkan Supriyani menganiaya siswa anak polisi itu pada pukul 10.00 WTTA (Waktu Indonesia Tengah).
Padahal, menurut penjelasan Kepala Sekolah SDN Baito, seperti dituturkan kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, pukul 10.00 WITA, para siswa sudah pulang sekolah.
“Di BAP disebutkan Supriyani memukul dengan pakai sapu lidi satu kali pukul 10.00. Padahal penjelasan Bu Lilis (kepala sekolah), pukul 10.00 anak-anak sudah pada pulang. Jadi Supriyani memukul anak siapa karena semua anak sudah pada pulang sekolah,” tutur Andre Darmawan.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), berdasar keterangan dalam BAP, disebutkan kebiasaan guru SDN Baito jika anak-anak pulang sekolah, mereka membersihkan kelas.
“Supriyani juga sama, ikut membersihkan kelas. Jika anak-anak sudah pada pulang, tapi dia dituduh menganiaya, terus anak siapa yang dianaya, soalnya sudah pada pulang,” tutur Andre.
Kejanggalan lainnya, pada saat penganiayaan yang dituduhkan sesuai dakwaan JPU dan BAP kepolisian, siswa anak polisi itu kelas IA. Sedangkan Supriyani saat itu sedang mengajar di kelas IB.
“Waktu kejadian (disebut sebagai penganiayaan sesuai tuduhan polisi) saya sedang mengajar di kelas saya di 1B. Sedang si siswa (anak polisi yang dituduhkan dianiaya), itu kelas 1A,” tutur Supriyani.
Supriyani menceritakan, ketika dirinya dituduh menganiaya si siswa, ia bersama kepala desa memang datang ke rumah Kanit Intelkam Polsek Baito, orang tua siswa.
Maksud kedatangannya, ia meminta maaf supaya masalahnya tidak menjadi panjang. Namun Supriyani tidak mengira bahwa permintaan maaf itu yang dijadikan dasar polisi sebagai pengakuan bersalah dan menetapkan tersangka sampai kemudian ditahan.
“Maksud saya datang untuk minta maaf supaya masalahnya tidak panjang. Saya tidak tahu malah terus dilaporkan.Saya tidak pernah melakukan penganiayaan seperti dituduhkan,” tutur Supriyani.
Terungkap, kasus ini sebenarnya sudah terjadi lama. Bahkan peristiwanya pada bulan April 2024 lalu. Hanya saja, kini menjadi viral dan disorot masyarakat. Setelah ditetapkan tersangka dan ditahan, kasusnya sudah bergulir di persidangan.
Kasus ini berawal dari siswa yang pulang ke rumah pahanya terlihat ada bekas luka di bagian paha belakang. Ibu siswa sempat menanyakan ke anaknya soal luka tersebut.
Si siswa yang masih kelas 1 SDN Baito menjawab luka karena jatuh dengan ayahnya yang seorang anggota polisi. Si ibu lalu tanya ke suaminya soal luka anaknya itu.
Anggota polisi itu membantah pernah jatuh dengan si anak. Sejak itu, muncul keheranan dari kedua orang tua si siswa.
Setelah menanyakan, muncul pengakuan si siswa kalau luka itu karena dipukul “Mamahnya Alfa” (Supriyani,guru honorer di SDN Baito). Orang tua si siswa lantas tidak terima dan langsung membuat laporan polisi. Sejak itu, kasus ini bergulir.
Supriyani dipanggil ke Polsek Baito, kemudian setelah diminta mengakui perbuatannya, ditetapkan sebagai tersangka, ditahan dan kini menjalani proses persidangan sebagai terdakwa.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.