SUARA CIREBON – Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel memiliki analisa yang menarik terkait insiden penembakan sesama perwira menengah Polri di jajaran Polsek Solok Selatan, Sumatera Barat.
Meski bukan yang pertama diantara anggota Polri, namun insiden tetap saja sangat mengejutkan. Apalagi muncul banyak opini soal dugaan penyebab penembakan tersebut yang terkait dengan aktifitas penambangan galian C di wilayah Solok Selatan.
Dalam analisanya, Reza Indragiri menyebutkan, peluru yang ditembakkan sampai sembilan butir, mengindikasikan penembakan itu diwarnai oleh thinking system 1.
Sistem berpikir ini bisa disetarakan sebagai perilaku impulsif, spontan, tanpa persiapan atau pertimbangan yang memadai.
“Boleh jadi didahului oleh ledakan perasaan negatif. Perasaan itu menjadi perilaku kekerasan yang muncul seketika sebagai reaksi atas interaksi yang memanas di TKP (Tempat Kejadian Perkara),” tutur Reza.
Reza juga mendasarkan analisa pada dugaan apakah insiden penembakan oleh dan kepada sesama perwira menengan Polri berpangkat AKP atau Ajun Komisaris Polisi, setingkat kapten, terkait beking tambang ilegal.
Narasi soal beking tambah ilegal sedemikian rupa tidak hanya berat bagi AKP DI, selaku pelaku penembakan, tetapi juga bagi institusi Polri, utamanya Polda Sumbar.
Kesan yang muncul adalah ‘manfaat’ aktivitas beking itu sudah mengalir ke polisi-polisi lain. Itu mengindikasikan selama ini fungsi pengawasan tidak dijalankan, ditambah adanya fenomena ‘kode tirai’, yaitu subkultur menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan oleh sesama sejawat.
“Dengan situasi seburuk itu, sebetulnya tidak pas lagi jika yang dipakai adalah sebutan oknum,” tutur Reza.
Penerapan Bad Apple Theory justru menurunkan bobot keseriusan kasus penembakan tersebut. Jangan-jangan yang tepat adalah Rotten Barrel Theory.
“Bahwa, penembakan merupakan puncak dari kejahatan sistemik yang justru telah menyebar luas di dalam organisasi penegakan hukum itu sendiri,” tutur Reza.
Reza mencoba menggabungkan sisi mikro (thinking system 1) dan sisi makro (Rotten Barrel Theory).
Atas dasar kedua sisi itu, tersedia alasan untuk berspekulasi. Yakni, kelak Polri akan mengumumkan bahwa yang terjadi antara AKP DI dan AKP RUA (korban penembakan) adalah cuma konflik pribadi, yang tidak ada hubungan dengan tambang ilegal.
“Ya ‘sebatas’ cekcok atau perselisihan koordinatif antar dua personel yang sama-sama punya ego di jabatannya masing-masing, tanpa pertentangan terkait pengungkapan pidana tambang,” tutur Reza.
Dengan menggiring ke persoalan pribadi antar perwira menengah polri, maka insiden enembakan bukan lagi sebagai bentuk obstruction of justice (perintangan penyidikan)terhadap kerja AKP RUA yang meninggal dunia setelah menjadi korban penembakan.
“Intinya, narasi containment itu dibagun agar kasus ini tidak merembet kemana-mana. Semacam melokalisasi insiden penembakan pada persoalan pribadi antara pelaku dengan korban,” tutur Reza.
Kronologi penembakan
Seperti diketahui, masyarakat dikejutkan dengan penembakan yang dilakukan Kabagops terhadap Kasat Reskrim Solok Selatan, keduanya perwira menengah Polri berpangkat AKP yang berdinas sama-sama di Polres Solok Selatan, Sumbar.
Penembakan terjadi pada Jumat dini hari, 22 November 2024, sekitar pukul 00.43 WIB di halaman parkir Polres Solok Selatan.
Pelaku AKP DI (57 tahun), merupakan Kabagops Polres Solok Selatan. Sedangkan korban, AKP URA, berusia 30 tahun, menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Solok Selatan.
Korban ditembak di bagian kepala oleh pelaku, menggunakan senjata api pendek jenis Pistol HS dengan Nomor : 260139.
Penembakan diduga terkait dengan tindakan korban yang mengamankan pelaku tambang galian C. Saat menuju Polres, korban mendapat telfon dari pelaku terkait penangkapan tersebut.
Pelaku tambang galian C lalu dijadikan tersangka dan diamankan di Ruang Reskrim Polres Solok Selatan.
Tiba-tiba, saat personel berada dalam ruangan, terdengar bunyi tembakan dari luar. Saat diperiksa keluar, korban sudah terkena tembakan dan tidak bergerak
Usai penembakan, anggota Reskrim Polres Solok Selatan melihat mobil yang dikendarai pelaku meninggalkan TKP. Ia menggunakan mobil dinas Isuzu Dmax dengan nomor plat 3-46.
Korban terkena dua tembakan di bagian kepala (pelipis sebelah kanan dan pipi kanan). Saat terjadi penembakan hanya terdapat Kabag Ops dan Kasat Reskrim di TKP.
Penmebakan, diduga karena motif pelaku tidak senang dengan penangkapan yang dilakukan oleh korban terhadap pelaku tambang galian C.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.