SUARA CIREBON – Ratusan tempat usaha (industri) batu alam di Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, terancam gulung tikar. Pemilik tempat usaha tak memiliki alternatif lain selain bakal merumahkan ribuan pekerja.
Hal itu merupakan dampak dari kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang memutuskan menutup seluruh izin aktivitas tambang se-Jawa Barat, pascaperistiwa tragedi longsor areal tambang Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, akhir Mei lalu.
Perwakilan Paguyuban Pengusaha Batu Alam Cirebon (PPBAC), Tarsiwan menjelaskan, dari total 270 pelaku industri batu alam, sebanyak 75 persennya sudah berhenti beroperasi. Para pekerja yang menggantungkan hidup di sector industri batu alam pun kini menganggur.
“Pemerintah harus bertanggung jawab penuh atas kebijakan yang diambil dengan penutup area pertambangan di Majalengka dan Cirebon. Kebijakan ini berdampak pada nasib industri batu alam di Kabupaten Cirebon,” kata Tarsiwan, Rabu, 18 Juni 2025.
Menurut Tarsiwan, pelaku industri batu alam terpaksa menutup tempat usaha lantaran kesulitan mendapatkan bahan baku batu andesit.
“Selama ini mayoritas bahan baku batu alam berasal dari area pertambangan di Majalengka dan sisanya jenis batu tertentu dari Gunung Kuda. Kini dua lokasi itu telah ditutup, otomatis kami kesulitan bahan baku dan terpaksa menutup tempat usaha serta merumahkan para pekerja,” ujarnya.
Ia meminta dampak dari kebijkan penutupan lokasi tambang galian C (batu dan tanah uruk) harus dipikirkan.
“Yang harus dipikirkan itu nasib para pekerja atau karyawan di pabrik industri batu alam. Betapa tidak. jumlahnya mencapai 13.000 orang lebih,” katanya.
Dirinya terpaksa bersuara karena tak tahan mendengar teriakan dari para pekerja yang sudah hampir tiga pekan menganggur.
“Pemerintah mampu tidak mempekerjakan mereka? Harusnya pemerintah berterima kasih kepada kami yang ikut andil mengurangi angka pengangguran, karena dari aktivitas industri batu alam ribuan orang terserap untuk bekerja,” tegasnya.
Menurutnya, adanya penutupan area pertambangan memiliki dampak luar biasa, khususnya ancaman sosial ekonomi.
“Dampak penutupan area tambang itu multiplier effect. Harusnya, ada solusi yang ditawarkan pemerintah, bukan ditinggal begitu saja tanpa dipikirkan nasib para pekerja,” ujarnya.
Ia mengakui, insiden longsor Gunung Kuda memakan banyak korban jiwa. Namun, menurut dia, jumlah orang yang menggantungkan hidup dari aktivitas penambangan dan industri batu alam pun harus masuk dalam kalkulasi kebijakan.
“Yang meninggal memang banyak ada sekitar 25 orang, tapi yang menjerit ribuan pekerja sementara kebutuhan hidup harus berjalan. Setelah area pertambangan ditutup total, hulunya ditutup tetapi hilirnya teriak. Padahal masih ada lahan yang dimiliki perorangan (bukan milik Perhutani) tapi ikut ditutup juga,” ucapnya.
Ia menyebut, setiap pekerjaan tentu memiliki risiko masing-masing, sehingga keputusan menutup area tambang dinilai bukan langkah yang bijak.
“Karena lebih banyak lagi pekerjaan yang berisiko tinggi. Musibah itu bukan hanya di gunung, ada juga di laut, di jalan tol dan tempat-tempat lainnya pasti memiliki resiko,” tandasnya.
Sementara itu penasihat Paguyuban Pengusaha Batu Alam Cirebon, H Yadi Supriyadi, mengatakan, industri batu alam di Cirebon, merupakan salah satu penopang perekonomian masyarakat. Sehingga, menurut Yadi, keputusan pemerintah menutup semua area tambang tidak tepat dan terburu-buru tanpa solusi.
“Kalau memutuskan tutup galian memang itu hak pemerintah yang punya kuasa, tapi kami dari paguyuban minta dikaji ulang karena ada poin-poin yang harusnya dipikirkan bersama untuk mencari solusi,” ujar Yadi.
Yadi menyebut, efek penutupan sangat dirasakan oleh ribuan orang mulai dari pengorder, pabrik, pekerja, sopir, kuli bongkar muat, kuli pemecah batu, tukang ukir, hingga pemilik warung di Kawasan industri dan penambangan batu.
“Kami tidak minta lebih dipermudah. Silakan perketat proses perizinan tambang galian C, termasuk cara penambangannya, asal kami ikut terdampak,” katanya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.