SUARA CIREBON – Meski memiliki kekayaan budaya dan sejarah lebih dari lima abad, Kabupaten Cirebon dinilai belum memiliki ikon khas yang mampu menjadi motor penggerak sektor ekonomi, khususnya di bidang pariwisata dan industri kreatif.
Ketiadaan simbol identitas ini dinilai menjadi penyebab lemahnya daya tarik daerah di mata wisatawan.
Kritik datang dari kalangan budayawan dan masyarakat yang menyoroti minimnya upaya pemerintah daerah dalam mengelola potensi budaya menjadi kekuatan ekonomi.
Lima pintu masuk utama ke Kabupaten Cirebon, yakni Kecamatan Losari, Beber, Dukupuntang, Ciwaringin, dan Susukan, dinilai belum memiliki maskot atau simbol khas yang dapat memberikan kesan pertama bagi wisatawan.
Budayawan Cirebon, R Chaidir Susilaningrat, mengatakan bahwa kekayaan budaya seperti Keraton Kasepuhan, batik megamendung, hingga kuliner khas seperti empal gentong dan nasi jamblang seharusnya dapat dijadikan ikon ekonomi daerah.
“Ikon bukan hanya simbol kebanggaan, tetapi juga pintu promosi pariwisata dan industri kreatif,” kata Chaidir, Kamis, 28 Agustus 2025.
Ia mencontohkan sejumlah kota besar di Indonesia yang berhasil menjadikan ikon sebagai penggerak ekonomi, seperti Tugu Jogja di Yogyakarta, Monumen Kapal Selam di Surabaya, dan Patung Jenderal Sudirman di Jakarta.
Menurutnya, ikon yang kuat mampu memperkuat citra daerah dan menarik minat wisatawan secara berkelanjutan.
Chaidir menyayangkan kondisi ruang publik di Kabupaten Cirebon yang justru lebih banyak dipenuhi baliho politisi, bukan elemen budaya. Menurutnya, hal ini memperlemah identitas lokal dan menurunkan nilai estetika kota.
“Ini membuat wajah kota terlihat lebih politis ketimbang berkarakter budaya. Padahal, pengunjung perlu disambut dengan identitas lokal, bukan gambar politisi,” ujarnya.
Hal senada disampaikan warga, Muhammad Rizki Pratama (29), yang kerap melintasi Jalan Pangeran Cakrabuana. Ia menilai keberadaan baliho politisi yang bertebaran di ruang publik mengganggu estetika kota dan merusak citra Kabupaten Cirebon sebagai daerah tujuan wisata.
“Setiap beberapa meter ada baliho politisi. Sangat mengganggu. Cirebon punya potensi besar, tapi yang ditonjolkan malah gambar politik,” ucapnya.
Rizki berharap Pemkab Cirebon dapat menerapkan regulasi lebih ketat terhadap pemasangan baliho, serta menggantinya dengan mural budaya atau ikon wisata yang mampu mempercantik kota dan menarik minat wisatawan.
Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat menunjukkan bahwa destinasi dengan ikon khas cenderung memiliki tingkat kunjungan wisata yang lebih stabil. Kehadiran ikon juga menciptakan ikatan emosional yang mendorong wisatawan untuk kembali berkunjung, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan ekonomi lokal.
Chaidir pun mengusulkan agar Pemkab Cirebon mengadakan sayembara penciptaan ikon daerah dengan melibatkan seniman, akademisi, dan pelaku industri kreatif. Menurutnya, ikon tidak harus berupa bangunan megah, melainkan bisa dalam bentuk konsep visual atau tematik yang diterapkan secara konsisten di ruang publik.
“Misalnya, motif batik megamendung dijadikan elemen desain kota, atau nuansa budaya keraton dikemas modern. Ini bisa jadi identitas sekaligus penggerak ekonomi,” tandasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.