SUMBER, SC- Di masa pandemi Covid-19 ini banyak sekali buruh yang mengaku dirugikan oleh pihak perusahaan. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya menilai, banyak perusahaan di wilayah Cirebon yang melakukan hal-hal yang sangat merugikan kaum buruh.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSPMI Cirebon Raya, Moch Machbub menyampaikan, dalam kondisi seperti saat ini banyak buruh yang diliburkan tapi upah yang dibayar hanya setengahnya. Tidak sedikit juga buruh diliburkan dengan tidak mendapat upah dan di PHK dengan alasan efisiensi. Ada juga perusahaan yang membayar THR-nya hanya setengah dari normal.
“Beberapa perusahaan meliburkan pekerja untuk mencegah penularan COVID-19. Saat ini data yang sudah kami himpun dari beberapa anggota kami di 5 perusahaan, dan tentu data ini akan semakin bertambah bagi para pekerja di luar sana yang bukan termasuk bagian dari anggota FSPMI Cirebon,” kata Machbub, Rabu (22/4/2020).
Baca Juga: Gugus Tugas Ingin Ada RS Khusus Pasien Covid-19
Selain itu, kata dia, masih ada permasalahan lainnya yang dihadapi kaum buruh. Di antaranya, banyak perusahaan yang meliburkan pekerjanya, tetapi upah pekerja tidak dibayar penuh. Mereka hanya dibayar 25 persen, 50 persen hingga 75 persen saja. Bahkan, ada perusahaan yang tidak membayarkan upahnya sama sekali.
“Sangat sedikit yang upahnya dibayar 100 persen. Situasi ini diperparah dengan beberapa kepala daerah yang mengeluarkan surat edaran agar perusahaan meliburkan karyawannya, tetapi tidak dicantumkan berapa upah yang harus dibayarkan selama libur,” tukas Machbub.
Hal yang hampir sama, lanjut Machbub, justru dilakukan Menteri Ketenagakerjaan RI. Melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No.M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 yang diteken 17 Maret 2020. Dalam poin II angka 4 SE mengatur, apabila perusahaan melakukan pembatasan kegiatan usaha dan menyebabkan buruh/pekerja tidak masuk kerja maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah dilakukan dengan kesepakatan pengusaha dengan buruh/pekerja.
“Padahal, Pasal 91 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah mengatur, pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” paparnya.
Baca Juga: Komisi III Minta Lelang Patuhi Azas Kepatutan
Dia menjelaskan, dalam hal kesepakatan pengupahan lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum. Dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Termasuk, sambung dia, bertentangan juga dengan Pasal 93 ayat (2) huruf f; pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
“Jadi bagaimana mungkin menteri ketenagakerjaan menyerahkan pembayaran upah pada mekanisme kesepakatan. Seharusnya pemerintah bertindak tegas. Dengan menyatakan bahwa upah pekerja selama diliburkan, dibayar penuh,” tegas Machbub.
Dengan kata lain, imbuh Machbub, pemerintah seharusnya tidak membiarkan pekerja dan pengusaha bertarung bebas. Sedangkan terkait THR, kalangan buruh menolak wacana yang dikembangan pengusaha perihal pembayaran THR yang diberikan setengah dengan alasan perekonomian sedang sulit akibat pandemi Corona. Karena, THR merupakan hak buruh setiap hari raya. Sehingga wajib diberikan secara penuh selambat-lambatnya H-7 lebaran.
“Wacana pengusaha yang hanya bisa memberikan THR sebesar 50% itu jelas mengusik rasa keadilan,” tandas Machbub.
Baca Juga: Bupati Terima Bantuan 20ribu Telur, Untuk Warga Terdampak Covid-19
Dia menyebutkan, ketentuan THR diberikan perusahaan kepada pekerja hingga 100 persen itu bagi pekerja yang yang sudah bekerja di atas satu tahun. Dan bagi pekerja yang masa kerjanya di bawah satu tahun maka dihitung secara proposional dengan memperhatikan masa kerjanya tersebut. “Jadi tidak ada alasan perusahaan untuk memberikan THR setengah,” terangnya.
Pasalnya, menurut dia, pemerintah juga harus memberikan berbagai kemudahan kepada pengusaha agar tetap bisa bertahan dari situasi sulit ini. Seperti yang disampaikan Menteri Keuangan baru-baru ini, kepada pengusaha akan diberi insentif pajak, kemudahan impor, pelonggaran jadwal setoran pajak korporasi, atau percepatan pengembalian restitusi.
Baca Juga: Belajar di Rumah, Guru Datang ke Rumah
“Karena itu, buruh dengan tegas menolak kalau pengusaha masih saja memangkas THR buruh. Karena THR adalah kewajiban pengusaha setiap tahun karena hal itu sudah sejak lama disiapkan anggarannya. Selain itu kami pun menolak keras kepada perusahaan yang melakukan efisiensi berkedok pada situasi pandemi Covid-19 saat ini,” ucapnya. (Islah/rls)