BANDUNG, SC- Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Kusmana menyatakan, dalam waktu dekat, sambung Kusmana, kolaborasi BKKBN-Fatayat NU bakal diwujudkan melalui optimalisasi pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dalam rangka peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia 2020.
“Melalui momentum tahunan tersebut, BKKBN Jabar menggandeng Fatayat NU untuk menggerakkan anggotanya yang belum ber-KB untuk menjadi peserta KB atau mengalihkan kontrasepsi jangka pendek menjadi MKJP,” kata Uung, sapaan Kusmana pada media gathering kehumasan BKKBN Jawa Barat di salah satu rumah makan di tepi Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat, belum lama ini.
Menurut Uung, sinergi dengan Fatayat ini menjadi kekuatan besar dalam penggerakkan program. Fatayat menjadi objek sekaligus subjek. Sebagai objek, anggota Fatayat yang memiliki rentang usia 20-45 tahun sudah jelas sesuai dengan sasaran program Bangga Kencana. Bagi yang sudah menikah, mereka adalah pasangan usia subur (PUS) yang menjadi target peserta KB. Sebagai subjek, jejaring organisasi Fatayat dari provinsi hingga desa menjadi sebuah kekuatan penggerakkan.
“Jika kekuatan Fatayat dan BKKBN yang juga memiliki jejaring hingga kelompok masyarakat bersinergi, jelas ini menjadi kekuatan dahsyat. Hasilnya akan keren. Nah, Hari Kontrasepsi Sedunia yang jatuh pada 26 September ini menjadi kick-off kerjasama BKKBN-Fatayat NU. Kita akan melakukan kegiatan bersama-sama, mulai penggerakan hingga pelayanan,” ujar Uung, optimistis.
Dijelaskan, pelayanan dalam momentum Hari Kontrasepsi Sedunia ini Jawa Barat mendapat target 43.256 peserta KB. Berbeda dengan pelayanan dalam rangka peringatan ke-27 Hari Keluarga Nasional (Harganas) lalu, kali ini pelayanan fokus kepada dua jenis kontrasepsi: intrauterine device (IUD) atau alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan implan alias susuk KB.
Uung mengakui tidak akan membatasi pelayanan pada dua pilihan tersebut. Bagi penyuka pantun ini, masyarakat harus mendapatkan pilihan konstrasepsi sesuai yang diinginkannya. Jika seorang calon peserta KB tidak menyukai satu jenis kontrasepsi, dia bisa memilih jenis lainnya. Baik MKJP maupun non-MKJP. BKKBN menyebutnya sebagai kafetaria kontrasepsi. Masyarakat bebas menentukan pilihan yang sesuai selera atau kecocokan.
Di tempat yang sama, Ketua Fatayat NU Jawa Barat, Hirni Kifa Hazefa yang secara khusus hadir dalam media gathering BKKBN Jabar mengungkapkan pihaknya siap berkolaborasi dengan semua pihak, termasuk BKKBN. Untuk menyukseskan kolaborasi ini, Hirni siap mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya. Baik melalui jejaring organisasi maupun dengan pengayaan materi pada program-program yang selama ini sudah berjalan.
“Fatayat NU memiliki kegiatan-kegiatan yang sudah given berjalan. Kami memiliki pengajian rutin, Fatayat Day, deep talk atau obrolan mendalam membahas seputar agama dan keluarga, dan lain-lain. BKKBN bisa memanfaatkan program given ini menambah materi khusus. Sebelum ke sana, tentu para da’iyah yang berhadapan langsung dengan jemaah maupun pengelola organisasi memerlukan pembekalan atau pengembangan kapasitas terkait program-program BKKBN yang akan disampaikan,” ungkap Hirni.
Di samping itu, Fatayat NU juga membuka diri untuk bersama-sama dengan BKKBN mengembangkan program baru yang lebih menukik pada sasaran. Salah satunya konseling pranikah yang sudah disepakati belum lama ini. Dengan kekuatan 27 pengurus cabang di tingkat kabupaten dan kota, 600-an pengurus anak cabang di tingkat kecamatan, dan 6.000-an pengurus ranting di tingkat desa atau kelurahan, Hirni meyakini pola kolaborasi pemerintah-masyarakat ini bakal berdampak besar.
“Konseling pranikah bersama BKKBN Jabar saat ini dalam tahap MoU. Semoga ini menjadi titik awal untuk dapat membangun sinergi di program-program lainnya. Seperti yang diungkapkan Ayah Uung, Fatayat NU bisa menjadi subjek sekaligus objek program-program pembangunan. Dengan senang hati kami menyambut baik kerjasama ini,” kata Hirni yang dilantik menakhodai Fatayat NU Jawa Barat pada 9 Agustus 2020 lalu.
BACA JUGA: BKKBN Antisipasi Rapuhnya Ketahanan Keluarga
Disinggung mengenai viralnya pemberitaan kasus perceraian beberapa hari lalu, Hirni mengaku tidak bisa serta-merta memberikan penilaian. Sebagai organisasi perempuan, Fatayat merasa perlu mengidentifikasi lebih jauh pemicu perceraian tersebut. Termasuk, apakah penggugat itu berasal dari pihak istri atau suami. Di luar itu, Hirni sepakat dengan BKKBN bahwa berjalannya fungsi-fungsi keluarga merupakan benteng ketahanan keluarga.
“Fatayat NU memiliki dua dimensi sekaligus. Pertama, dimensi kaderisasi bagi kaum perempua nahdliyin. Kedua, dimensi penguatan pemenuhan hak-hak perempuan. Dalam konteks perceraian ini, penting bagi Fatayat untuk mengetahui posisi perempuan dalam kasus gugatan cerai tersebut. Apakah hak-hak perempuan terpenuhi atau tidak. Kita harus terlebih dahulu membedah masalah untuk kemudian menentukan solusinya,” tandas Hirni. (Malik)