Menumpuk di Gudang karena Tidak Laku Dijual, Hanya Diharga Rp300/Kg
PANGENAN, SC- Sejak memasuki musim hujan sampai akhir tahun 2018, harga garam terus menurun. Dari harga di gudang penyimpanan Rp1.000/kg turun menjadi Rp800.
Tak lama berselang, turun lagi menjadi Rp700 dan sekarang harganya hanya Rp500/kg. Akibatnya, saat ini ribuan ton garam hasil panen tahun lalu hanya tersimpan di gudang penyimpanan.
Garam milik petambak dan tengkulak Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon itu tidak laku dijual. Seorang petambak, Tasni (51) menuturkan, menurunnya harga garam terjadi sejak musim hujan tahun 2018 sampai sekarang.
Bahkan, sampai saat ini harga garam masih terus anjlok. Untuk garam yang baru dipanen tahun ini, petambak hanya dihargai Rp300/kg.
“Biasanya kalau awal mulai panen masih di atas Rp2.000/kg, sekarang Rp500/kg. Untuk garam yang baru dipanen ini hanya dihargai Rp300 per kilogramnya,” tandas Tasni, Selasa (02/6).
Menurur Tasni, garam digudang penyimpanan yang tidak laku dijual jumlahnya mencapai ribuan ton. Karena, tiap-tiap petambak bisa menyimpan 20 sampai 50 ton garam. “Sebab satu orang saja ada yang menyimpan 20 sampai 50 ton garam, belum lagi milik penimbang (tengkulak) yang satu orang saja punya ratusan ton garam,” papar Tasni.
Meskipun harga garam turun, namun tidak banyak petani tambak maupun tengkulak yang mendapat permintaan dalam jumlah banyak. Bahkan sampai petambak garam sudah memanen kembali garamnya. Membuat harga garam pun terus anjlok karena stok yang lama masih banyak, garam yang baru panen sudah menumpuk lagi.
Berdasarkan pengalaman Tasni setiap tahunnya, jika panen garam raya harga garam akan terus menurun. Hal itu terjadi lantaran adanya produksi dalam jumlah banyak sehingga harga menjadi anjlok.
“Kalau harga pertama panen saja Rp300, ya apalagi nanti kalau sudah panen raya, mungkin bisa nyampai Rp50/kg. Padahal tahun kemarin sebelum panen, harga garam kayak harga emas, per kilogram nyampe Rp2.500,” sambungnya.
Petambak garam lainnya, Kadisa (42) mengaku, hasil panen garam tahun lalu yang disimpan di gudangnya sekitar 30 ton. Sudah tiga bulan ia coba menawarkannya kepada tengkulak.
Namun nyatanya, para tengkulak tidak ada yang mau membeli. Padahal, harga garam saat ini sedang turun drastis alias murah. Kadisa beserta para petambak lainnya mengaku tidak mengetahui secara persis penyebab anjloknya harga garam.
“Katanya sih karena garam impornya masuk. Sehingga garam lokal sini tidak laku. Saya berharap pemerintah bisa memberi solusi menangani ini, harusnya jangan impor garam karena garam di sini juga melimpah,” katanya.
Kendati demikian, para petambak tetap mengolah tambak garam agar tetap menghasilkan garam. Mereka berharap ada standardisasi harga garam yang selama ini selalu disetir para tengkulak.
“Habisnya mau bagaimana lagi, kita kan cari uang dari sini. Makanya kita akan buat garam terus meskipun harganya murah,” ungkapnya.
Mendapati kenyataan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Mustofa berjanji akan menjadwalkan pertemuan antara Komisi II dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Karena, tugas pemerintah daerah (pemda) bukan hanya mengatur kebijakan pembangunan, tetapi juga ekonomi khususnya usaha kecil.
Seperti diketahui, Kabupaten Cirebon menjadi salahsatu pusat penghasil garam terbesar untuk Provinsi Jawa Barat. Melalui pengelolaan yang masih manual dan tradisional, produksi garam di daerah ini pun sangat bergantung pada alam. Penyumbang hasil garam terbesar di Kabupaten Cirebon yakni di Kecamatan Pangenan. Di wilayah tersebut, puluhan ribu hektare lahan garam terhampar dari ujung desa hingga bibir pantai. (Islah)