GEGESIK, SC- Pemilik kios Takur Jaya, Desa Jagapura Kulon, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, H Uug Khujaeni menyayangkan hilangnya pupuk jenis urea saat petani di wilayah tersebut membutuhkannya. Bahkan, langkanya pupuk urea bukan hanya terjadi di Jagapura, tapi juga terjadi diseluruh wilayah Kecamatan Gegesik.
Menurut Uug, sebagai ketua Gapoktan, dirinya merasa iba melihat petani yang harus gigit jari ketika datang ke kiosnya. Pasalnya, yang tersisa di kios ini hanya konstan jenis SP yang tidak dibutuhkan petani.
“Di Kecamatan Gegesik pupuk urea kehabisan karena sudah tidak tercover oleh DO. Ini akibat tidak terkontrolnya pendistribusian dari distributor kepada kios-kios,” kata Uug.
Padahal, kata Uug, setiap kios sudah dibekali Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) yang alokasinya beradasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) masing-masing. Namun, karena SPJB dan RDKK tidak berfungsi, maka akhirnya lepas kontrol dan pemilik kios bebas menebus ke DO sesuka hati.
“Kalau sistemnya seperti ini terus, mungkin tahun depan tidak usah pakai RDKK dan SPJP. Karena sekarang yang berjalan siapa yang punya duit dia bisa nebus. Ini karena pengawasannya lemah, sehingga over disetiap kios,” tegas Uug.
Menurut Uug, sebenarnya setiap kios memiliki kuota maksimal 130 ton untuk satu tahun. Namu faktanya, karena lepas kontrol, kios-kios bisa menebus kuota ke DO sebanyak 170 sampai 200 ton.
“Jadi saat sekarang petani Jagapura butuh pupuk, tidak ada karena sudah dimakan kios-kios lain,” ungkapnya.
Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah agar mengembalikan kuota ke angka 3 kwintal untuk satu hektar seperti tahun 2017 silam.
Salah seorang petani Desa Jagapura Lor, Jawahir mengaku terpaksa harus membeli pupuk urea hingga ke Indramayu. “Kalau di sini enggak ada terpaksa saya mau cari ke Kedokan Bunder (Indramayu) atau di daerah perbatasan,” ujarnya. (Islah)