SUMBER, SC- Lembaga Penyuluh dan Bantuan Hukum Nahdlathul Ulama (LPBHNU) Kabupaten Cirebon mengecam keras tindak terorisme dan segala tindakan extrimisme. Bahkan, lembaga ini menegaskan tindak terorisme dan extrimisme sebagai musuh bersama.
“Bukan hanya lembaga negara dan aparat penegak hukum yang berkewajiban untuk menghempaskan permasalahan ini, melainkan kita sebagai masyarakat juga dirasa perlu ikut serta dalam upaya pencegahan yang ada di lingkungan sekitar kita, sehingga tanpa kita sadari, kita membangun perlawanan terhadap terorisme,” kata Koordinator Riset dan Kebijakan Publik LPBH NU Kabupaten Cirebon, Robby Tri Rama Diansyah, Senin (14/10/2019).
Menurutnya, maraknya aksi teror yang belakangan ini terjadi, menjadi sebuah preseden buruk bagi sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dimana negara kita memiliki sistem pertahanan yang dapat diperhitungkan dalam kawasan Asia Tenggara.
Bukan tanpa alasan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang menjadi korban penusukan saat berkunjung ke Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang. Pelaku penusukan adalah SA alias Abu Rara, yang
menurut keterangan dari Kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN) masuk dalam Jaringan Jamaah Ansharu Daullah (JAD) Bekasi yang berafiliasi dengan ISIS.
“Pentingnya pemahaman Ideologi Pancasila untuk warga negara adalah sebagai Landasan Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana Pancasila memiliki peranan yang mengakar dalam menentukan setiap gerakan dan arahan kehidupan bangsa inI,” ungkap Robby.
Sebab, kata dia, ideologi Pancasila sebagai seperangkat ide atau gagasan yang sistematis, sebagai pedoman cara hidup, sebagai cita-cita yang hendak dibaca, dan Pancasila sebagai prinsip yang dipegang teguh. “Ke empat poin ini menunjukkan bahwa Pancasila sebagai sebuah ideologi yang memiliki makna sangat fundamental bagi kelompok yang memegang teguh ideologi ini, yakni masyarakat Indonesia. Makna tersebut tentu saja tidak bisa diwujudkan tanpa penerapan pada wilayah praktis, seperti perumusan kebijakan dan aturan,” paparnya.
Dijelaskannya, Jamaah Ansharu Daullah (JAD) mulai berkembang di Indonesia sejak Aman Abdurrahman ditangkap, dan jaksa yang membacakan tuntutan di PN Jakarta Selatan pada pertengahan tahun 2018, Aman menyarankan Marwan alias Abu Musa, Zainal Anshori, dan Abu Khatib membentuk organisasi yang mewadahi para pendukung Daulah atau Khilafah Islamiyah atau ISIS dari Suriah. Tujuannya yakni sebagai wadah menyatukan para pendukung ISIS di Indonesia yang berasal dari berbagai organisasi Islam, mempersiapkan kaum muslimin Indonesia untuk menyambut kedatangan Khilafah Islamiyah, menyatukan pemahaman dan manhaj dari para pendukung Anshar Daulah, dan mempersiapkan orang-orang yang hendak pergi berjihad.
“Pemerintah telah berupaya keras untuk memberantas permasalahan Terorisme ini, salah satunya adalah memasukan pasal terkait tindak pidana terhadap ideologi negara pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidan (RKUHP) pada pasal 219 – 221, yang masing-masing di bawah 2 (dua) paragraf berbeda, yaitu berupa: (1) penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, dan (2) peniadaan dan pergantian ideologi Pancasila,” papar dia.
LPBHNU Kabupaten Cirebon berpendapat atas serangan yang dilakukan SA alias Abu Rara kepada Menkopolhukam, Jenderal (Purn) Wiranto sebagai upaya mempertunjukan bahwa kelompok tersebut masih eksis dan siap untuk menebar teror di Indonesia. “Hal ini dapat dibuktikan dengan keterangan yang diperoleh pihak kepolisian bahwa sebenarnya SA alias Abu Rara ini tidak mengetahui siapa targetnya, pelaku hanya memiliki pemahaman bahwa dirinya harus mempersiapkan amaliyah atau serangan kepada aparat pemerintah ataupun aparat keamanan,” pungkasnya. (Yasir/Rilis)