SUMBER, SC- Gubernur Jawa Barat, HM Ridwan Kamil akhirnya mencabut Surat Edaran (SE) tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2020 di Jawa Barat tahun 2020 dan menggantinya jadi Surat Keputusan (SK). Hal itu menyusul ancaman mogok masal para buruh yang disampaikan pada aksi unjuk rasa yang dilakukan serentak oleh serikat pekerja di seluruh Jawa Barat pada 28 November lalu.
Sekjen Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Moh Machbub menyampaikan, SK tersebut dikeluarkan gubernur pada Sabtu malam (30/11) setelah mengadakan pertemuan dengan sejumlah stakeholder, termasuk Kapolda Jabar. Dalam pertemuan pertama tidak ditemukan kesepakatan.
Mulanya Gubernur akan mencoba menerapkan SE tersebut selama enam bulan untuk melihat efektivitasnya. “Setelah enggak ada kesepakatan, lalu malam tanggal satu itu, tiba-tiba gubernur langsung merubah SE menjadi SK, langsung dikeluarkan suratnya,” ujar Machbub.
Menurut Machbub, dengan dicabutnya SE menjadi SK, berarti aksi mogok masal yang direncanakan akan berlangsung pada Selasa (3/12) di Gedung Sate Bandung batal dilakukan. “Setelah ada SK ya artinya untuk aksi kita batalkan, seluruh daerah diinformasikan bahwa aksi dibatalkan,” tandas Machbub, Senin (2/1).
Dijelaskan Machbub, dengan keluarnya SK tersebut, maka para buruh atau serikat pekerja mempunyai kekuatan hukum untuk menggugat pengusaha yang tidak menaikkan UMK atau membayar upah di bawah UMK. “Kalau dengan SE kan enggak bisa menggugat. Saya berharap SK itu jadi pedoman buat teman-teman karyawan di perusahaan masing-masing,” sambungnya.
SK Gubernur tersebut secara otomatis berlaku juga untuk Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Sehingga, Pemda atau Pemkot tidak mungkin mengabaikan SK tersebut.
“Namun tetap, dalam SK itu juga kenaikannya menggunakan PP 78. Nah ini yang jadi permasalahan kita. Jadi suara untuk tidak menaikan UMK dengan tidak menggunakan PP 78 itu bukan menjadi bias, kita tetap suarakan itu,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, kaum buruh Jawa Barat yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan aksi unjuk rasa secara serentak diseluruh Jawa Barat, Kamis (28/11). Di Kabupaten Cirebon, FSPMI menggelar aksi tersebut di depan kantor DPRD Kabupaten Cirebon. Massa menuntut Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat, H Ridwan Kamil, tentang pelaksanaan upah minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2020, diganti dengan Surat Keputusan (SK).
Tidak berselang lama, sekira 8 orang perwakilan demonstran diterima oleh Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, Mad Saleh. Di hadapan ketua Komisi II, Sekjen FSPMI Kabupaten Cirebon, Muhammad Machbub mengatakan, keluarnya SE Gubernur Jabar akan berdampak buruk bagi buruh.
Dikatakan, dengan keluarnya SE sejak 21 November 2019 itu, pada tahun 2020 nanti pihak perusahaan akan merasa tidak punya kewajiban untuk menaikkan UMK. Kondisi itu, kata Machbub, akan membuat kaum buruh, terlebih yang tidak tergabung dalam serikat kerja akan lebih “dimiskinkan” lagi.
“Ini sangat fatal, baru pertama kali terjadi dan satu-satunya di Indonesia, hanya di Jawa Barat. Kalau di daerah lain pakai SK. Diduga ini bisikan dari pengusaha. Ini melegalkan perusahaan untuk membayar upah di bawah UMK,” ujar Machbub. Menurut Machbub, SE tidak punya kekuatan hukum.
Sehingga kaum buruh tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau pun akan menggugat juga pasti kalah. Begitupun dengan pengawas pengupahan, mereka juga tidak akan bisa berbuat banyak karena SE tidak punya kekuatan hukum.
Untuk itu, FSPMI meminta kepada DPRD Kabupaten Cirebon agar merekomendasikan pencabutan SE menjadi SK kepada Gubernur Jawa Barat. Mereka juga meminta DPRD Kabupaten Cirebon meningkatkan pengawasan Upah Minimun Sektoral Kabupaten (UMSK) dan segera mendorongnya ke pihak eksekutif. “Kalau sampai tanggal 2 desember gubernur tidak mencabut SE menjadi SK, maka pada tanggal 3 dan 4 kami akan melakukan mogok massal. Kami buruh seluruh jabar akan melakukan aksi di gedung sate,” tandasnya.
Ketua Komisi II, Mad Saleh yang menerima langsung perwakilan FSPMI, mengatakan, sebagai kepanjangan tangan rakyat pihaknya siap menampung aspirasi yang disampaikan kaum buruh. Ia mengaku miris dengan kondisi pengupahan di Kabupaten Cirebon. “Sebagai kepanjangan tangan dari rakyat ya kita harus mendengarkan apapun yang disampaikan, apalagi kondisi upah di kabupaten cirebon membuat saya miris. Jadi apa salahnya kita membantu rakyat agar lebih makmur,” papar Mad Saleh.
Mad Saleh berjanji akan secepatnya menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan buruh. Sebelum tanggal 2 Desember pihaknya akan berkoordinasi dengan forum pimpinan untuk memberikan surat rekomendasi guna mendorong Gubernur merubah SE menjadi SK. (Islah)