Inspektorat Belum Bisa Mengidentifikasi Jumlah Proyek yang Asal-asalan
SUMBER, SC- Pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur di Kabupaten Cirebon pada tahun 2019 melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Cirebon, jumlahnya mencapai 800 paket. Dari jumlah itu, 600 di antaranya adalah paket infrastruktur jalan yang didominasi proyek peningkatan jalan.
Pada akhir Desember 2019, sejumlah proyek tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh pihak terkait, yakni Inspektorat dan BPK. Namun, sumber di lingkungan Inspektorat Kabupaten Cirebon menyebutkan, hingga saat ini hasil pemeriksaan tersebut belum bisa diketahui.
Pasalnya, selain dilakukan oleh Inspektorat, pemeriksaan sejumlah proyek yang dikerjakan oleh rekanan itu juga dilakukan oleh BPK. “Kita juga belum tahu proyek mana saja diperiksa oleh BPK. Karena yang memeriksa proyek di DPUPR itu Inspektorat dan BPK. Dan hasil pemeriksaan (Inspektorat) pada akhir Desember tuh belum diketahui,” ujar sumber Suara Cirebon di Inspektorat.
Sehingga, pihaknya belum bisa mengidentifikasi sejumlah proyek, baik proyek dengan nilai anggaran terkecil maupun proyek besar yang bermasalah. “Kalau temuan kualitas fisik yang rendah sih ada saja,” katanya.
Begitupun dengan ancaman black list untuk kontraktor yang diketahui pengerjaannya asal jadi, pihaknya belum bisa menentukan rekomendasinya. Karena, kewenangan yang sama juga bisa dilakukan oleh BPK.
Sementara, saat ini pihaknya belum menerima laporan hasil catatan BPK. “Kalau (rekomendasi) black list (untuk kontraktor nakal) kita juga biasanya ada,” ungkapnya.
Sebelumnya, meski secara kuantitas telah terpenuhi, namun DPRD Kabupaten Cirebon menilai pengerjaan sejumlah proyek dinilai asal-asalan, sehingga mengindahkan kualitas. Sehingga, DPRD Kabupaten Cirebon memberikan teguran keras kepada dinas teknis dalam pengerjaan proyek tahun 2019 kemarin.
Hal itu diketahui ketika Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon menggelar rapat evaluasi bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) di ruang Komisi III DPRD, Selasa (14/1). Menurut Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Syahril Romadhony, hasil kajian dan laporan yang masuk diketahui masih banyak proyek, khususnya infrastruktur jalan yang rusak, padahal baru dibangun.
“Kami meminta pertanggungjawaban DPUPR, belum genap 3 bulan sudah banyak yang rusak. Bagaimana ini pertanggungjawabannya. Padahal anggarannya kan besar,” kata Dony.
Ditagaskan, harusnya DPUPR bisa memberikan tindakan tegas kepada perusahaan kontruksi yang kerjanya asal-asalan dengan tidak membayarnya. “Percuma, dianggarkan besar-besar, kalau hasilnya selalu begitu, cepat rusak. Mana tanggung jawab kontraktornya,” tandasnya.
Pasalnya, kata Dony, lancarnya jalan berimbas cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi. Kalau jalan cepat rusak, efek manfaat pun berkurang bahkan bisa memakan korban. Meskipun ada masa pemeliharaan, imbuh Dony, namun ketika durasi waktunya terlalu singkat, memperbaiki jalan rusak dengan mengambil anggaran pemeliharaan sangat merugikan keuangan daerah.
“Harusnya DPUPR lebih selektif memberikan pekerjaan kepada pengembang profesional yang pekerjaannya dapat dipertanggungjawabkan,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala DPUPR Kabupaten Cirebon, Apiv Suherdian mengaku sudah melakukan pengawasan agar hasil pengerjaan proyek layak dan tahan lama. DPUPR juga mengaku selalu memberikan teguran kepada perusahaan kontruksi yang hasil pekerjaannya kurang maksimal. Namun, untuk tindakan tegas dalam memberikan sanksi, seperti melakukan pembongkaran hasil pekerjaan, itu sudah menjadi ranah dinas lain.
Avip menyampaikan, ditahun 2019 ini, penyerapan anggaran di DPUPR mencapai 92 persen dari total anggaran sekira Rp300 miliar. Ia berharap, ke depan penyerapan anggaran dipercepat, sehingga pembangunan bisa dilakukan lebih awal.
“Mudah-mudahan tahun 2020 bisa dipercepat. Proses penyerapannya bisa dilakukan lebih awal,” pungkasnya. (Islah)