Ketua DPC SPN, Acep Sobarudin membeberkan alasan penolakan terhadap RUU tersebut. Menurut Acep, dalam RUU tersebut terdapat beberapa pasal yang berpotensi merugikan kaum buruh. Diantaranya adalah pasal 59 yang menghapus jangka waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Penghapusan PKWT itu dinilai akan mengakibatkan sistem kerja kontrak terus menerus tanpa batas alias kontrak seumur hidup.
“Saya menilai isi RUU tersebut sangat merugikan bagi kaum buruh di indonesia. Dalam artian kami cemas jika RUU omnibusaw cipta lapangan kerja itu disahkan,” kata Acep.
Selain itu, isi RUU tersebut juga akan mengurangi uang perhitungan masa kerja. Karena masa kerja akan dihitung hanya 21 tahun lebih. “Kemudian uang pergantian hak bukan wajib lagi, tetapi sekarang dengan bahasa dapat memberikan uang pergantian hak,” ujar Acep.
Selain itu, kata Acep, yang membuat SPN cemas adalah, karena dalam RUU tersebut sanksi pidana bagi pengusaha nakal yang membayar upah dibawah UMK akan dihilangkan. “Kami khawatir RUU ini merupakan pesanan,” tegasnya.
Bukan hanya itu, mereka juga menolak RUU tersebut karena UMK dan UMSK akan diganti dengan Upah Kesepakatan (UK) karena Gubernur hanya menetapkan Upah Minimum Provinsi saja. “Lalu dalam RUU itu disebutkan bahwa upah masa tunggu proses PHK sebelum adanya penetapan pengadilan hubungan industrial, dihilangkan,” papar Acep.
Dan yang membuatnya prihatin itu karena dalam RUU tersebut posisi Tenaga Kerja Asing (TKA) bebas menduduki jabatan pada sebuah perusahaan karena pasal 43, 44 dan 46 dalam UU nomor 13 tahun 2003 yang membatasi posisi TKA, sudah dihapus. “Uang lembur juga hilang, karena akan diberlakukan jam kerja melebihi 40 jam tanpa dihitung upah lembur bagi sektor tertentu.
Tidak berselang lama setelah melakukan orasi, ketua DPRD Kabupaten Cirebon datang menemui para demonstran dan mengajak mereka masuk untuk beraudiensi. Kepada Suara Cirebon, ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Mohammad Luthfi, mengaku siap memberikan rekomendasi dan menyampaikan aspirasi demonstran ke Kemenaker RI agar perubahan UU tidak mengkebiri hak-hak pekerja.
“Kita mendukung perjuangan teman-teman SPN untuk memastikan keberlanjutan hak-hak mereka tetap bisa terayomi kaitannya dengan perjanjian kerja dan UMK. Karena kita perlu melindungi kepastian kesejahteraan teman-teman sebagai pekerja,” kata Luthfi.
Menurut Luthfi, DPRD juga perlu mencermati kepentingan-kepentingan pemerintah pusat untuk menciptakan suatu kondisi agar lapangan pekerjaan bisa digenjot dan bisa ditingkatkan. Pasalnya, kata Luthfi, di Kabupaten Cirebon sendiri pengangguran masih cukup tinggi. Bahkan, dari 27 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat, pengangguran di Kabupaten Cirebon masih tertinggi dengan angka 10,23 persen.
“Kurang lebih ada 150 ribu orang pengangguran. Ini yang harus kita fikirkan, apa kira-kira solusinya,” ucap Luthfi.
Untuk itu, ketua DPRD itu berharap UU yang akan disempurnakan oleh pemerintah pusat tetap bisa mengakomodir kepentingan para pekerja dan serikat pekerja dan bisa memudahkan investasi. “Harapan kami negosiasi yang dilakukan teman-teman serikat ini, ketenagakerjaan dan investasi bisa menghasilkan produk terbaik,” pungkasnya. (Islah)