KOTA CIREBON, SC- Diterbitkannya Surat Edaran Kementerian Agama (KemenaG) Republik Indonesia (RI) Nomor 6 tahun 2020 yang mengatur Tata Cara Pelaksanaan Ibadah Ramadhan 1441 H di tengah pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) membuat sejumlah kalangan turut memberikan komentar, tak terkecuali dari kalangan akademisi.
Dihubungi melalui sambungan telepon seluler, Sekretaris Prodi Program Doktoral Strata-3 Pendidikan Agama Islam Syekh Nurjati Cirebon, Dr. Siti Fatimah, M.Hum, mengatakan bahwa dirinya sangat setuju dengan surat edaran tersebut demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Menurut Siti Fatimah, peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama tidak parsial. Maksudnya, peraturan itu secara sistemik sudah direncanakan secara matang oleh Pemerintah Pusat, dus, kementerian hanya salah satu bagian dari unit-unit kepemerintahan yang harus mendukung kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan wabah Covid-19.
Lebih lanjut Siti menjelaskan, karena secara efektif penularan Covid-19 melalui kerumunan dimana disitu terjadi kontak antara satu dengan yang lain sehingga, misalnya di perkantoran, sebelum seseorang memasuki ruangan maka dilakukan pengecekan suhu tubuh. Namun, menurutnya, “Di masjid, khan, tidak diterapkan seperti itu,” katanya, Rabu (22/4/2020).
Baca Juga: DPP Partai Hanura Gelar Doa Bersama
Dengan demikian, menurut Siti, ketika tetap dipaksakan untuk berjamaah di masjid, maka siapa yang dapat menjamin virus tidak menular. Kalau dibiarkan, otomatis akan menyebar dengan cepat kepada seluruh jamaah.
“Kalau sudah begitu, pasti nanti masjid disebut tempat penyebaran Covid-19, nanti dikira pemerintah tidak respon terhadap kesehatan dan keselamatan warganya,” ungkapnya.
Siti Fatimah menyatakan agar tidak sebelah mata ketika menilai dan memahami persoalan Covid-19. “Makanya, dengan adanya kebijakan dari pemerintah pusat melalui Surat Edaran Kementerian Agama, jangan menilai pemerintah tidak mendukung ibadah Ramadhan, salat Jumat, tapi lihatlah dari sisi yang lain. Saya menilai, pemerintah saat ini sedang berusaha menyelamatkan kesehatan rakyatnya,” katanya.
Siti Fatimah menjelaskan, ketika terjadi wabah pada zaman Nabi Muhammad SAW, Beliau menyarankan untuk diam di rumah. Ketika terjadi peperangan sekalipun, Nabi Muhammad SAW melarang salah satu sahabatnya untuk pergi berperang, karena di medan peperangan sedang ada wabah. “Berdiam diri di rumah ketika ada wabah, dinilai sebagai salah satu cara efektif untuk menghentikan penyebaran wabah,” jelasnya.
Baca Juga: Ada 4 Lagi yang Positif, Satu Diantaranya Perawat
Sementara itu, di tempat terpisah, Mahasiswa Program Pasca Sarjana, Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra, Jakarta Selatan, Mohammad Hasan Ma’arif, seperti halnya Siti Fatimah, dirinya sangat mendukung Surat Edaran tersebut.
“Saya menilai Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama tidak serta merta mengeluarkan Surat Edaran itu, pasti sudah melakukan berbagai pertimbangan, diskusi dengan pihak-pihak terkait, seperti MUI, juga Kementerian Kesehatan,” ungkap mantan Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cirebon itu.
Lebih jauh, dirinya menilai keberadaan Surat Edaran yang diterbitkan Kementerian Agama, bukan sesuatu yang menyesatkan umat Islam di Indonesia. Menurutnya, Surat Edaran tersebut, bukan untuk mencegah apalagi melarang umat Islam untuk beribadah di masjid, tapi cuma cara pelaksanaan ibadahnya saja yang dirubah.
Baca Juga: Mengatur Cara Ibadah di Bulan Ramadan dalam Pandemi Covid-19
“Sebelum munculnya Covid-19 melanda Indonesia, umat Islam biasa melakukan tadarus dan shalat tarawih berjamaah di masjid. Dengan situasi dan kondisi seperti sekarang ini, umat Islam seyogyanya melaksakan rutinitas Ramadan di rumah, demi kebaikan bersama,” pungkasnya. (Syaefullah)