JAKARTA, SC- Kasus pelarungan jasad Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia oleh kapal ikan Cina di perairan Korea ditanggapi anggota komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani. Menurutnya, pemerintah harus bertindak tegas mengusut tuntas kasus tersebut.
“Peristiwa ini memilukan sekali. Pemerintah harus bergerak cepat dan tegas mengusut kasus kematian tiga ABK dan pelarungan jenazah. Misalnya, apakah proses itu sudah memenuhi syarat dokumen perijinannya?” Kata Netty kepada Media, Minggu (10/05).
Netty mengungkapkan, sampai saat ini belum ada perlindungan hukum bagi para ABK di luar negeri. Aturan yang digunakan adalah UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No.17/2008 tentang Pelayaran, dan UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Selain itu, lanjut dia, ada juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.35/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan.
BACA JUGA: Netty Prasetiyani: Relaksasi PSBB Terburu-buru dan Terkesan Sembrono
“Sejauh ini regulasi hanya membahas perlindungan ABK di dalam negeri dan bersifat parsial. Padahal kasus pelanggaran HAM banyak terjadi juga di luar negeri. ABK sebagai bagian dari pekerja migran Indonesia, saya minta pemerintah untuk membuat aturan hukum yang komprehensif dan memberi perlindungan pada mereka,” pinta Netty.
“Apalagi dari berita yang beredar keluarga tidak pernah diberi tahu kalau mayat korban akan dilarung. Ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apakah keluarganya sudah diminta ijin untuk melakukan pelarungan? Seharusnya proses pelarungan itu juga harus didokumentasikan secara detil baik dengan video maupun foto,” imbuhnya.
Diketahui, praktik pelarungan diatur dalam peraturan “Seafarer’s Service Regulations” ILO, Pasal 30. Jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban. Tentu dengan memenuhi berbagai syarat terkait teknis dan proses pelarungan, serta pengawasan yang bertanggungjawab.
BACA JUGA: Netty: Tunaikan Segera Jaminan Sosial untuk Pekerja Terdampak Covid-19
Netty menilai, kasus yang dialami oleh ABK itu seperti fenomena gunung es, dimana banyak yang tidak terkuak di permukaan. “Misalnya, beberapa waktu lalu terjadi perkelahian ABK Indonesia dengan ABK lainnya di perairan Malaysia yang mengakibatkan dua ABK hilang di laut. Sekarang kita mendengar soal pelarungan jasad. Bukan mustahil kalau banyak terjadi kasus pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia di lautan. Ini harus jadi perhatian pemerintah,” tandasnya.
Selain potret pelarungan, dunia ABK terutama di kapal asing sarat akan dugaan eksploitasi. Politisi PKS ini memaparkan, hal itu seperti pengakuan ABK yang selamat, mereka dipaksa berdiri dan bekerja selama 18 jam, bahkan ada yang sampai 30 jam.
“Saya meminta pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait untuk segera merespon dan membentuk tim untuk mengusut kasus ini hingga tuntas. Jangan sampai hal ini mencoreng marwah bangsa, sebagai bangsa maritim yang unggul. Jangan sampai ada lagi eksploitasi atas nama apapun di belahan dunia manapun,” pungkasnya. (Arif/Ril)