KOTA CIREBON, SC- Titip menitip calon siswa dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK Negeri di Kota Cirebon diduga terjadi secara sistematis dan massif. Hal tersebut seperti disampaikan pengamat sosial dan politik Kota Cirebon, Sutan Aji Nugraha kepada Suara Cirebon melalui pesan singkat, Rabu (15/7/2020).
Aji menyebut, perbedaan PPDB tingkat SMA/SMK di Kota Cirebon dalam naungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Sehingga di tingkat daerah tidak mampu memasukinya.
“Perbedaannya yang sekarang tingkat pengelolaannya ada di provinsi, yang mana tiap daerah tingkat kota atau kabupaten tidak mampu masuk sekalipun dalam wewenangnya,” katanya.
Dia mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 31 Tentang Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa, mampu mengamputasi atau memecat oknum guru dan kepala sekolah, sehingga pendidikan tidak lagi dijadikan industri jasa.
Terkait titip menitip, lanjut Aji, modus ini diimplementasikan pada kasus yang kerap terjadi, yaitu soal kamuflase jarak atau zonasi. Hal itu dilakukan agar jarak rumah calon peserta didik menjadi lebih dekat dari sekolah, sehingga peluang untuk diterima sangat besar.
“Kenapa demikian, karena Disdukcapil tidak terlaporkan sebagai dinas terkait. Ternyata good will politic Jabar tidak lebih baik dari pemkab atau pemkot,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Komisi III DPRD Kota Cirebon menemukan pelanggaran dan kejanggalan pada PPDB tingkat SMA, kejanggalan itu dirasakan pada sistem zonasi.
“Kami lihat dari data bahwa jarak dari sekolah menuju domislisnya itu sangat dekat, tetapi tidak terdeteksi sebagai warga kami, Kota Cirebon,” kata Tresna kepada Suara Cirebon di gedung DPRD Kota Cirebon, Selasa (14/7/2020) kemarin.
BACA JUGA: Temukan Bukti Kejanggalan PPDB SMAN di Kota Cirebon, Komisi III Lakukan Penyelidikan
Tresna menyebutkan, temuan tersebut ada di beberapa SMAN di Kota Cirebon, di antaranya SMAN 1 ada 25 orang, SMAN 2 ada 24 orang, dan SMAN 6 ada 24 orang.
“Di sekolah itu, ditemukan data yang janggal, kemudian kami melakukan penyelidikan, ternyata terbukti. Walaupun jarak dekatnya, ternyata terbukti bukan warga Kota Cirebon,” ungkap Tresna. (M Surya)