CIREBON, SC- Puluhan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja sepakat mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker), yang disepakati mayoritas fraksi di DPR untuk dibawa ke paripurna, Sabtu (3/10/2020) malam kemarin.
Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya, Machbub mengatakan, mogok nasional yang akan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” kata Machbub, dalam rilis yang diterima Suara Cirebon, Minggu (4/10/2020).
Menurut Machbub, setidaknya 32 federasi dan konfederasi di Indonesia memutuskan akan melakukan unjuk rasa serempak secara nasional, yang diberi nama Mogok Nasional. Belakangan, lanjut Machbub, berbagai elemen serikat pekerja yang lain menyatakan dukungannya dan siap ikut serta dalam pemogokan.
Aksi mogok nasional itu, lanjut Machbub, dipicu RUU Cipta Kerja yang telah disepakati untuk dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan. Padahal, pihaknya mencatat, ada 10 isu yang diusung buruh dalam menolak omnibus law RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.
Kesepuluh isu tersebut, menurut dia, berkaitan dengan PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, TKA, UMK dan UMSK, pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.
“Sepuluh isu tersebut telah dibahas oleh pemerintah bersama Panja Baleg RUU Cipta Kerja DPR RI selama 5-7 hari dan sudah menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak. Dan semalam (3/10) sudah diputuskan oleh pemerintah dan DPR RI untuk dibawa kedalam rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang undang,” ujarnya.
BACA JUGA: Azis Pimpin “Demo” Ingatkan Warga Gunakan Masker
Menurut Machbub, mogok nasional itu rencananya akan diikuti sekitar 2 juta buruh di 25 provinsi dan hampir 10 ribu perusahaan dari berbagai sektor industri di seluruh indonesia, seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotip, baja, elektronik, farmasi, dan lainnya. Untuk wilayah Cirebon, imbuh Machbub, demontrasi akan tersebar di beberapa titik termasuk di depan sejumlah perusahan.
Machbub menegakan, buruh tidak akan pernah berhenti melawan sepanjang pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja yang merugikan buruh dan rakyat kecil dicabut. Ia menyebut dari 10 hal yang menjadi perhatian buruh, tiga pasal perlu ditinjau ulang redaksionalnya.
“Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, FSPMI mencermati, katanya 3 isu yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha dan TKA dikembalikan sesuai dengan isi UU 13/2003,” ujarnya.
Namun, Machbub menegaskan, terhadap tujuh hal yang lainnya, buruh Indonesia menolak keras dan tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut.
Poin pertama penolakan terkait penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).
Machbub berkata, UMK tidak perlu diberikan syarat karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda. Ia anggap keliru pernyataan yang menyebutkan bahwa UMK di Indonesia lebih mahal dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya.
“Kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam,” tutur Machbub.
Machbub juga meminta UMSK tetap ada demi memberikan keadilan. Ia memberikan solusi agar penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional.
“Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada fairness,” ucap dia.
Hal kedua yang ditolak buruh terkait pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Selanjutnya, kata Machbub, pihaknya menolak soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Menurutnya, buruh menolak pasal yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.
Poin keempat terkait karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup. Menurut Machbub, hal ini menjadi masalah serius bagi buruh. Ia pun mempertanyakan pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.
“Tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP,” kata Machbub.
Kelima, buruh menolak jam kerja yang eksploitatif.
BACA JUGA: Akademisi IAIN Cirebon Ungkap Kejanggalan RUU Cipta Kerja
Keenam, lanjut dia, buruh menolak penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Menurutnya, dalam draf RUU Omnibus Law Ciptaker yang telah disepakati untuk dibawa ke Rapat Paripurna, cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan terancam hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang.
Terkahir, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup. (Kirno/lis)