KOTA CIREBON, SC- Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) saat ini masih saja dibiarkan oleh Pemerintah serta DPR RI, bahkan dicabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Kondisi tersebut, merugikan wanita dan anak anak khususnya yang menjadi korban kekerasan seksual.
Hal itu dikemukakan Ketua Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri (Kopri) Cirebon, Oktavia Rinisa kepada Suara Cirebon, Selasa (6/10/2020).
Menurut Oktavia, sebagai salah satu organisasi kewanitaan yang aktif untuk menyuarakan aspirasi untuk pengesahan RUU PKS pihaknya sangat kecewa. Oktavia menyesalkan terhadap pembiaran dan penghapusan RUU PKS dari Prolegnas. Ia juga menyampaikan rasa kekecewaannya terhadap Ketua DPR yang notabene seorang perempuan yang seharusnya dengan mudah untuk mengesahkan RUU ini.
“Sikap Kopri hari ini dengan RUU PKS yang tidak menemukan kejelasan, ya kecewa dan cukup lelah sebetulnya, karena ekspektasi kita dengan Ketua DPR RI sekarang seorang perempuan akan dengan mudah untuk mengesahkan RUU ini. Namun kenyataannya justru tidak demikian,” kata Otavia.
Menurut Oktavia, pembahasan RUU PKS ini sudah ada sejak tahun 2016. Awalnya, pihaknya semangat RUU itu segera disahkan DPR, namun yang terjadi RUU tersebut malah dihapus dari Prolegnas. DPR ber berdalih pembahasan yang sulit yang menyebabkan akan semakin banyaknya korban.
“Terlebih dari awal masuk Prolegnas tahun 2016 jelas kita sangat mendorong untuk disahkan kemudian di tahun 2020 RUU ini ditarik dengan alasan pembahasan yang sulit, Kopri meyakini bahwa akan semakin banyak korban jika RUU ini tidak segera sahkan, bukan hanya korban baru, namun korban korban yang sudah mengalami tapi baru menyadari bahwa ia sebagai korban,” tuturnya.
Oktavia menjaskan, bahwa RUU PKS ini tidak hanya menyasar kaum hawa saja, namun sangat penting juga untuk laki-laki.
“RUU PKS ini sangat dibutuhkan oleh laki-laki dan perempuan, Sila ke 5 Pancasila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak akan pernah terwujud apabila masih banyak ketimpangan-ketimpangan HAM salah satunya kekerasan atau pelecehan seksual,” jelasnya.
Lanjut oktavia, manfaat RUU PKS ini bukan hanya untuk satu gender, namun semua gender.
“Artinya konteks kita ya manusia, RUU PKS ini akan melindungi korban, harapan nya adalah negara akan memberikan kepastian hukum pidana kepada pelaku, dan membantu dalam proses pemulihan korban,” ucapnya.
BACA JUGA: DPR Desak Pemerintah Siapkan Anggaran Vaksin Covid-19
Mewakili suara perempuan terkhusus Kopri, Oktavia berharap, agar pemerintah serta DPR RI untuk meneruskan dan mengesahkan RUU PKS ini karena jika tidak akan mempunyai efek yang sangat luas.
“Harapan terbesarnya adalah RUU ini segera disahkan, karena kekerasan/pelecehan seksual ini mempunyai efek domino artinya semakin lama RUU PKS ini terombang ambing nasibnya maka akan semakin banyak ketimpangan HAM yang diakibatkan olehnya,” pungkasnya. (Fikri)