MUI: Pemulasaran Jenazah Covid-19 sudah Sesuai Syariat
KABUPATEN CIREBON, SC- Kasus pembukaan peti jenazah pasien Covid-19 oleh sekelompok warga di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, pada Minggu (4/10) lalu menjadi perhatian MUI dan Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon. MUI dan Satgas Penanganan Covid-19 secara khusus membahas persoalan tersebut di Kantor MUI Kabupaten Cirebon, Jalan Sunan Kalijaga, Sumber, Kabupaten Cirebon, Selasa (6/10/2020).
Pembahasan kasus tersebut dihadiri sejumlah pengurus MUI Kabupaten Cirebon dan pihak Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon yang diwakili anggota Divisi Pelacakan, Dede Kurniawan.
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-Undangan MUI Kabupaten Cirebon, KH Muchlisin Muzarie mengatakan, dari hasil pembahasan itu disimpulkan bahwa tata cara pemulasaraan jenazah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 belum tersampaikan kepada masyarakat luas.
Menurutnya, pemulasaraan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang dilakukan tim medis sudah sesuai syariat berdasarkan fatwa MUI. Ia menjelaskan, pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 memang berbeda dengan pemulasaran jenazah pada umumnya. Sehingga, peti jenazah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 itu tidak boleh dibuka dan harus langsung dikuburkan.
Ia menegaskan, berdasarkan fatwa MUI pusat, pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang meninggal dunia dianggap syahid akhirat.
“Poin penting dari peristiwa itu ialah kurangnya sosialisasi mengenai pemulasaraan pasien positif Covid-19 kepada masyarakat,” kata KH Muchlisin.
BACA JUGA: Pohon Tumbang Timpa Kendaraan, Satu Kritis Tiga Luka
Peristiwa yang terjadi di desa tersebut, sambung dia, karena adanya keterlambatan pihak kecamatan dan desa untuk mengingatkan warga agar jenazah pasien tersebut segera dikuburkan. Hingga akhirnya, kondisi itu berimbas pada penilaian subjektif warga yang menyimpulkan sendiri bahwa penyebab pasien yang meninggal itu bukan karena positif Covid-19.
“Karena dari keterangan Satgas Penanganan Covid-19 hasil tes swab pasien dinyatakan positif,” kata.
Di tempat yang sama, Sekretaris MUI Kabupaten Cirebon, KH Ja’far Musaddad mengatakan, atas kejadian tersebut MUI Kabupaten Cirebon akan menyosialisasikan pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 hingga ke MUI tingkat kecamatan dan desa. Rencananya, sosialisasi itu juga akan melibatkan Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon.
Keterlibatan tim Satgas dalam sosialisasi itu, yakni untuk menjelaskan prosesi pemulasaraan pasien Covid-19 yang meninggal dunia dari sisi medis. Sedangkan dari MUI, menurut dia, akan menjelaskan dari sisi syariatnya, sehingga dapat dipahami masyarakat luas.
“MUI tingkat kecamatan dan desa juga akan meneruskan sosialisasi itu kepada masyarakat di wilayahnya masing-masing,” kata Ja’far.
Ia mengatakan, tujuan sosialisasi tersebut untuk memberi pemahaman tentang pemulasaran jenazah Covid-19 yang tidak sama dengan jenazah biasa. Sosialisasi itu dinilai penting agar kejadian serupa tidak terulang lagi dikemudian hari. Pasalnya, insiden dibukanya peti jenazah pasien Covid-19 di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, pada Minggu (4/10/2020), berawal dari ketidaktahuan masyarakat.
Menurut Ja’far, rencananya sosialisasi itu akan dilaksanakan pada Kamis (8/10/2020) besok. Ja’far juga memastikan bahwa pemulasaraan jenazah positif Covid-19 di desa tersebut sudah sesuai syariat sehingga sah secara agama.
“Pedoman pemulasaraan itu sudah berdasarkan fatwa MUI pusat. Ada di klausul fatwa yang menyebut itu. Dan dari hasil kajian kami memang sudah sah secara syariat,” tandasnya.
Senada, Ketua MUI Provinsi Jawa Barat, KH Rachmat Syaefi mengatakan, dalam keadaan darurat jenazah boleh tidak diurus secara agama.
BACA JUGA: Heboh Jenazah Pasien Covid-19 Pakai Pampers
“Karena darurat ya boleh boleh, bahkan jika langsung dimasukan ke dalam liang lahat boleh jika darurat,” kata KH Rachmat kepada Suara Cirebon, di sela-sela kegiatan Musyawarah Daerah (Musda) MUI di Islamic Centre Masjid Raya Attaqwa Kota Cirebon, Selasa (6/10/2020).
Lanjut Rachmat, tidak bermasalah dan membolehkan jika jenazah tidak disalatkan dan dimandikan terlebih dahulu, karena itu memang darurat.
“Kan itu darurat itu membolehkan yang dilarang,” pungkasnya. (Islah/Abrin)