KABUPATEN CIREBON, SC- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon tengah menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) guna mendukung percepatan pembangunan dan memberi kemudahan bagi para pengusaha yang hendak berinvestasi di Kabupaten Cirebon.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Cirebon, Iwan Riski, melalui Kabid Pentaan Ruang, Uus mengatakan RDTR ini merupakan operasionalisasi dari Perda RTRW.
Menurut Uus, secara garis besar akan mengacu pada Perda Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2018-2038 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tentunya dengan beberapa penyesuaian terkait perkembangan terkini di lapangan dan update terhadap beberapa peraturan baru yang terbit setelah Perda RTRW disahkan.
“Sebetulnya tahapan penetapan perda RDTR sudah memasuki finalisasi materi teknis RDTR dan peraturan zonasi. Setelah ini draft raperda beserta kelengkapannya akan dikirimkan ke Gubernur untuk mendapatkan persetujuan substansi,” kata Uus kepada Suara Cirebon, usai rapat pembahasan RDTR di Kantor DPUPR Kabupaten Cirebon, Selasa (13/10).
Ketua Tim Pokja perencanaan TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah) itu menjelaskan, setelah disetujui Gubernur, akan berlanjut ke tahapan Persub Menteri ATR/BPN, pembahasan pansus, dan proses perda di biro hukum Provinsi dan Mendagri, sebelum akhirnya di-Perda-kan.
Menurutnya, pembahasan tersebut sudah sampai pada tahap penyepakatan di tingkat penyusunan melibatkan pokja perencanaan TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah). Sedangkan, untuk penetapan LP2B kemungkinan akan menyesuaikan dengan keadaan di lapangan.
Dikhususkan untuk wilayah Perkotaan Sumber, akan dikembangkan dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan yang ditunjang dengan sarana prasarana skala pelayanan kabupaten, permukiman dan perdagangan serta jasa.
“Kemungkinan pengembangan pertanian akan bergeser karena sudah banyak lahan yang tidak memungkinkan untik pengembangan pertanian. Tetapi untuk keseluruhan Kabupaten Cirebon tetap akan dipertahankan 40.000 ha,” paparnya.
BACA JUGA: Bupati Catat Nama Camat yang Tidak Hadir Rapat
Ia menyebutkan, kalau menurut RUU Cipta Kerja, dasar untuk proses perijinan tetap mengacu pada kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan Perda RDTR. Sehingga bagi daerah yang sudah memiliki perda tersebut, proses izin lokasi bisa langsung efektif tanpa harus memenuhi komitmen melalui Pertimbangan Teknis (Pertek) sesuai dengan PP 24 tentang Perizinan Elektronik.
Adapun Perda tersebut telah disusun dengan skala besar 1:5000 sehingga akan mempermudah proses permohonan pemanfaatan ruang.
“Dengan catatan semuanya harus komitmen terhadap perda yang sudah disepakati bersama. Kondisi tersebut juga akan memudahkan terkait perizinan secara elektronik melalui OSS,” ujarnya.
Ia menambahkan, amanat dari RUU Cipta Kerja mengharuskan setiap daerah segera menyusun Perda RDTR untuk setiap bagian wilayah perkotaan (kecamatan).
“Sehingga Perda RDTR tersebut dapat diintegrasikan secara digital dengan GISTARU di Kementrian ATR dan sistem OSS di BKPM. Sehingga harapan percepatan proses mekanisme perijinan dapat diwujudkan,” pungkasnya.
Sementara itu konsultan Tim Penyusun RDTR BWP Sumber, Adi Permana, memaparkan, tahapan mekanisme sebelumya pihaknya sudah melakukan tahapan Proses penyesuaian dilakukan dari tahun lalu, yaitu menginventarisir hal-hal yang terjadi di apangan, dan tahun kedua ini penyusunan permohonan rekomendasi Gubernur.
Rencana detail Tata Ruang (RDTR) tahapannya melalui Daerah, provinsi dan Kementerian Agragria dan Tata Ruang dan pihaknya melakukan rapat bersama tim kordinasi , yang merupakan salah satu persyaratan dengan Permen ATR No 08 tahun 2017 tentang Mekanisme Pemberian Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang.
“RDTR dan segala tingkatannya harus melalui proses mekanisme subtansi kementrian agraria dan tata ruang. Ini adalah proses awal di daerah sebelum melakukan proses evaluasi ke propinsi untuk mendapatkan rekomendasi dari gubernur,” ujarnya.
BACA JUGA: BPN: Kita Tidak Mengenal Kavling
Menurutnya, lamanya waktu pembuatan Perda tersebut belum dapat dipastikan, karena bisa memakan waktu selama tiga tahun. Proses jadwalnya disesuaikan dengan Pemerintah Provinsi. Setelah disepakati dengan OPD, akan diajukan ke Bupati untuk di evaluasi dan dilanjutkan ke Gubernur dan Kementerian.
“Jika Kemendagri menyatakan sudah sesuai lalu dikembalikan lagi ke DPRD untuk dilakukan pleno menetapkan Perda,” pungkasnya. (Joni)